Banyak Masjid, MUI: Jangan Ada Opsi Salat Jumat Dua Gelombang
VIVA – Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Zaitun Rasmin merespon polemik digelarnya Salat Jumat dua gelombang yang disampaikan Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla. Salat Jumat dua gelombang merujuk protokol kesehatan dengan menjaga jarak 1 meter saat salat berjamaah di dalam masjid di tengah pandemi Covid-19.
JK mengacu pada Fatwa Majelis Ulama (MUI) DKI Jakarta tahun 2001 yang membolehkan salat jumat dibagi 2 gelombang karena keterbatasan tempat. Namun menurut Zaitun Rasmin, Salat Jumat pada asalnya cuma satu gelombang, dilakukan di masjid-masjid secara berjamaah pada waktu yang bersamaan.
"Untuk Indonesia hampir tidak ada kebutuhan dua gelombang, karena tempat salat banyak, masjid banyak. Dengan protokol physical distancing kapasitas masjid kurang 60 persen, maka bisa gunakan semua ruangan, lapangan sehingga jamaah semua tertampung, minimal hindari dua gelombang," kata Zaitun dalam perbincangan di tvOne, Kamis, 4 Juni 2020.
Zaitun menerangkan bahwa salat Jumat dua gelombang tidak sah berdasarkan fatwa MUI tahun 2000. Sedangkan fatwa MUI DKI Jakarta tahun 2001 yang jadi acuan DMI, kata Zaitun, hanya untuk kondisi darurat.
"Misalnya, seperti kondisi sekarang (wabah Covid-19) masjid sudah dipakai tidak cukup, lapangan tidak cukup, aula gedung enggak ada, ternyata jumlah jamaah Jumat masih banyak (belum tertampung--boleh salat dua gelombang)," terang Zaitun
"Tapi hampir tidak terjadi di Indonesia," lanjutnya
Ia menambahkan masih banyak solusi untuk mengatasi kapasitas jamaah seiring dengan diberlakukannya jaga jarak dalam jamaah Salat Jumat. Apalagi, masjid, musala atau tempat yang bisa jadikan tempat salat di Indonesia sangat banyak, sehingga opsi menggelar Salat Jumat dua gelombang sebaiknya dihindarkan.
"Salat Jumat itu kan prinsipnya untuk persatuan, kalau tidak memungkinkan (masjid penuh), masjid yang enggak dipakai salat atau musala dibuka saja," imbuhnya