Wakil Ketua MPR: Dirut TVRI Kok Eks Kontributor Majalah Playboy

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid di Senayan, Jakarta
Sumber :
  • VIVA/Eduward Ambarita

VIVA – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritik Dewan Pengawas Televisi Republik Indonesia (Dewas TVRI) yang mengangkat Iman Brotoseno sebagai Direktur Utama (Dirut) TVRI. Dewas dinilai tidak melihat dan mempertimbangkan aturan Perundangan terkait etika kehidupan berbangsa dan bernegara, serta rekam jejak saat memilih.

HNW Klaim RK-Suswono Kantongi Restu Prabowo dan Jokowi di Pilgub Jakarta

Karena dalam perjalanan kariernya, Imam Brotoseno pernah menjadi kontributor Majalah Dewasa, Playboy Indonesia, serta tidak memiliki pengalaman sukses atasi masalah seperti yang terjadi di TVRI sebagaimana yang diharapkan oleh Dewas TVRI.

“Dewas harus menjelaskan hal tersebut secara gamblang, bahkan perlu segera merevisi keputusannya. Kok bisa rekam jejak komprehensif calon Dirut bisa luput dari perhatian dalam proses pemilihan Dirut TVRI, jabatan publik yang sangat strategis dan dibiayai oleh APBN,” kata Hidayat melalui keterangan tertulisnya, Jumat 29 Mei 2020.

HNW Respons Anies: PKS Tidak Merasa Tersandera, Kami Bebas Merdeka!

Baca juga: Profil Iman Brotoseno Dirut Baru TVRI yang Bikin Heboh Media Sosial

Pria yang kerap disapa HNW ini mengingatkan bahwa setiap penyelenggara negara harus tunduk kepada TAP MPR RI No.VI/MPR/2001 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Di dalam TAP itu, salah satu poinnya adalah pentingnya etika sosial dan budaya, yaitu dengan ‘perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.’ 

Politikus Senior PKS Ngaku Pernah Usulkan Anies Bikin Parpol Baru

“Disayangkan sekali, Rekam Jejak calon Dirut TVRI yang baru sebagai eks kontributor Majalah Playboy Indonesia tidak menggambarkan hal itu. Apalagi, terkait majalah tersebut, dari pemimpin redaksi hingga beberapa modelnya pernah diproses secara hukum, berkaitan dengan delik kesusilaan,” paparnya.

Anggota Komisi VIII yang salah satu tugasnya membidangi urusan keagamaan ini menilai, bahwa pengangkatan Dirut TVRI dengan rekam jejak seperti itu tak sesuai dengan budaya beragama Indonesia. Hal ini justru akan membuat gaduh dan resah di tengah masyarakat yang sedang terkena status darurat kesehatan nasional Covid-19.

“Masyarakat yang mestinya dibantu dengan hadirnya kebijakan-kebijakan yang membanggakan dan menenteramkan agar menguatkan religiusitas, dan harapan serta kepercayaan pada institusi negara, dan karenanya akan berkontribusi atasi Covid-19, anehnya malah kembali disodori keputusan yang menimbulkan kontroversi,” ujarnya.

Apalagi menurut politikus PKS ini pemerintah meminta guru, orang tua dan siswa belajar di rumah, diantaranya belajar melalui program yang disiarkan oleh TVRI. Karena TVRI yang bisa menjangkau masyarakat Indonesia secara sangat luas hingga ke seluruh pelosok Indonesia.

“Nah kalau Direkturnya berlatar belakang negatif seperti itu, tentu bisa membuat keresahan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi itu berkurang,” jelasnya.

Menurut HNW, masih banyak kalangan profesional dengan track record lebih baik, yang bisa membuat kebijakan tayangan TVRI yang positif, konstruktif dan edukatif sesuai TAP MPR soal etika kehidupan berbangsa dan bernegara itu. 

Selain itu, HNW berpendapat bahwa pengangkatan Dirut TVRI ini tidak menghormati proses hukum gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang dilayangkan oleh Helmy Yahya. Minimal sampai ada putusan berkekuatan tetap dari pengadilan.

“Era new normal akan menjadi abnormal bila kebijakan-kebijakan yang dihadirkan justru tak mengindahkan faktor moral, legal dan tanggung jawab sosial,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya