Kisah Pekerja Pabrik Tak Bisa Lebaran dengan Anak karena Wabah Corona
"Bu aku kangen sama ibu, sayang sama ibu," kata Fahmi.
Naik bukit untuk cari sinyal
Soal teknologi, Ratih masih lebih beruntung ketimbang rekannya di pabrik, Dwi Martini, yang siang itu sedang bertandang ke rumah kontrakan Ratih.
Perempuan asal Pacitan, Jawa Timur itu tahun ini tidak bisa bertemu dengan orangtuanya karena usia mereka —ayah 75 tahun, ibu 65 tahun— rentan tertular virus corona. Rumahnya `terpelosok,` terletak di timur Pacitan, di perbatasan dengan Trenggalek, atau sekitar 45 kilometer dari Kabupaten Pacitan.
Untuk bisa melakukan panggilan video dengan orangtuanya, ia harus memberitahu adiknya, yang memegang telepon pintar di rumah itu, beberapa jam sebelumnya.
Ibunda Dwi memiliki HP konvensional. Untuk mendapat sinyal, adik dan orangtua Dwi harus naik ke atas bukit di dekat rumahnya.
"Kalau ingin dapat sinyal itu masih harus ke atas bukit, baru dapat sinyal. Biasanya saya janjian dulu, kalau SMS kan sampai, saya bilang `mau telepon jam sekian.` Bukitnya sekitar 15 meter dari rumah. Tidak jauh. Ada tangganya, semacam tanah gitu yang dikasih batu-batuan, bukitnya sih lumayan tinggi, seperti gunung begitu, tapi tidak perlu naik ke atas banget buat dapat sinyal," jelas Dwi.
Perempuan berusia 43 tahun ini biasanya mudik ke Pacitan dengan mengendarai sepeda motor karena ia mengidap penyakit ginjal yang mengharuskannya sering istirahat, sehingga ia tidak bisa naik bus atau kereta yang jam istirahatnya tidak fleksibel.