Kisah Pekerja Pabrik Tak Bisa Lebaran dengan Anak karena Wabah Corona
"Apa yang dia mau, saya berusaha [memenuhinya], `ya kalau ada [uang] nanti ibu belikan,`" ujar Ratih.
Fahmi mengatakan uang yang dikirim ibunya akan dipakai untuk membeli baju Lebaran dan keperluan sekolah.
Lebaran tahun ini "beda banget, apalagi kalau malam takbiran terasa sedihnya itu, [saya] nangis pasti, karena saya nggak pernah lebaran di sini, selalu pulang dari dulu," kata Ratih.
"[Tahun ini] nggak ada semangatnya, biasanya kan kalau Lebaran, jelang libur sudah semangat. Tapi [tahun ini saya] di sini sendirian. [Lebaran] ya mungkin video call, maaf-maafan lewat HP, begitu saja."
Bayu Yulianto, sosiolog dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa makna silaturahmi di saat Lebaran tidak bisa tergantikan oleh silaturahmi online mengingat potensi adanya keterbatasan kuota atau teknologi di kampung halaman.
"Setiap tahun para pekerja migran di kota besar ini diberi kesempatan bagi kantor untuk libur, bahkan sering kali difasilitasi ketika Lebaran. Ini waktu yang berkualitas sekali, mereka bisa bertemu keluarga, bisa bersenda gurau, bisa melibatkan emosi, tanpa khawatir terputus-putus, bisa bersenda gurau tidak dibatasi oleh kuota atau listrik, mereka bisa bersentuhan, mencurahkan perasaan."
"Ini makna tidak bisa digantikan dengan perjumpaan virtual, itu hanya bisa terjadi setahun sekali, bayangkan," kata Bayu.
Meski demikian, Bayu menambahkan bahwa ia setuju dengan langkah pemerintah dalam melarang mudik untuk menekan penyebaran virus corona ke daerah-daerah.