Logo BBC

Kisah Pekerja Pabrik Tak Bisa Lebaran dengan Anak karena Wabah Corona

Larangan mudik membuat Lebaran tahun ini suram bagi banyak orang, termasuk bagi pekerja migran di kota-kota besar yang meninggalkan keluarga intinya di kampung halaman. Silaturahmi virtual tidak bisa menggantikan silaturahmi tatap muka bagi banyak orang, terutama mereka yang tidak punya kemewahan kuota internet dan sinyal yang stabil.

Ratih, misalnya. Pekerja pabrik sepatu di Tangerang itu terpaksa tidak bertemu anak semata wayangnya, Fahmi, yang berusia 11 tahun di Lampung. Padahal Ratih terakhir kali bertemu Fahmi pada Idul Fitri tahun lalu.

"[Larangan mudik] mempersulit banget karena kita punya anak di kampung. Kalau telepon kan beda, ya pengennya ketemu," kata Ratih saat ditemui BBC Indonesia, 14 Mei lalu.

"Seandainya boleh langsung pulang, langsung pulang saya. Cuma pulang sama saja, di sana nggak bisa ketemu, cutinya sedikit, karantinanya lama, jadi sama saja."

Jika ia bisa bertemu Fahmi, Ratih hanya ingin melakukan satu hal.

"Kalau ketemu, [Fahmi] dipelukin sama saya, diciumin, Lebaran ini nggak ada," ujar Ratih sembari menyeka air mata.

BBC Indonesia menemui Ratih di rumah kontrakannya, di sebuah kampung yang tengah dikarantina lokal di pinggiran kota Tangerang. Di ruang tamunya ada beberapa foto ia bersama Fahmi dan kerabatnya saat menghadiri sebuah pernikahan tahun lalu.

Di kamar tidurnya, Ratih menunjukkan salah satu foto Fahmi ketika ia lulus TK--Fahmi mengenakan kain putih yang biasa dipakai jamaah haji dengan latar belakang Ka`bah. Di foto lainnya, Fahmi mengenakan topi toga. Fahmi sangat mirip dengan ibunya.

Ratih terbilang masih beruntung karena ia masih kerja di pabrik. Minggu itu, Ratih mendapat giliran kerja malam, dari pukul 21.00 sampai 06.00 WIB. Sebelum bertemu kami, Ratih menyempatkan ke ATM terdekat untuk transfer uang untuk keperluan anaknya.