Mantan Wali Kota Medan Dituntut 7 Tahun Penjara
VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Walikota Medan, HT Dzulmi Eldin dengan hukuman penjara selama 7 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Medan pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis 14 Mei 2020.
Dalam amar tuntutan JPU dibacakan oleh Siswandono terdakwa dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap sebesar Rp 2,1 miliar dengan melanggar pasal 12 huruf a Undang-undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Meminta kepada majelis hakim mengadili dan memeriksa perkara ini untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa HT Dzulmi Eldin selama 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsaider 6 bulan kurungan penjara," sebut ?Siswandono.
Sidang tersebut, ?berlangsung secara daring dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Abdul Azis di ruang Cakra 2 di PN Medan dan dihadiri oleh JPU KPK dan penasehat hukum terdakwa. Sedangkan, Eldin berada di Rutan Tanjung Gusta Medan.
"Selanjutnya, meminta ?majelis hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan dicabut hak politiknya selama 5 tahun setelah menjalani masa hukumannya," tutur Siswandono.
Setelah mendengarkan tuntutan JPU KPK, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukum untuk menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada pekan depan. Kemudian, sidang ditutup.
?Dalam kasus suap Rp 2,1 miliar itu. Selain Dzulmi Eldin, KPK juga menetapkan Isa Ansyari dan Kepala Sub Bagian Protokol Pemkot Medan Samsul Fitri Siregar sebagai tersangka.
Dalam dakwaan disebutkan, Isa memberi uang suap kepada Dzulmi Eldin demi mempertahankan jabatannya sebagai Kepala Dinas PU Kota Medan. Kejadian bermula pada 6 Februari 2019, saat Isa dilantik menjadi Kepala Dinas PU. Dia mengelola anggaran fisik sekitar Rp 420 miliar.
Saat mengelola anggaran itu sejak Maret 2019 terdakwa mendapatkan pemasukan uang di luar penghasilan yang sah. Agar dianggap loyal, Isa kemudian ikut membiayai kegiatan operasional Dzulmi Eldin menggunakan uang yang diperolehnya itu.
Pada Maret 2019, Samsul yang merupakan orang kepercayaan Dzulmi Eldin menemui Isa di Hotel Aston Medan. Selanjutnya meminta kepada Isa membantu apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan biaya operasional Wali Kota Medan yang tidak ditanggung APBD. Isa pun menyanggupinya.
Awalnya Isa menyerahkan masing-masing Rp 20 juta untuk Dzulmi Eldin sebanyak empat kali, yakni pada Maret, April, Mei, dan Juni 2019. Kemudian Isa pun menyanggupi menutupi kebutuhan dana operasional Dzulmi Eldin saat menghadiri undangan acara perayaan ulang tahun ke-30 “Program Sister City” di Kota Ichikawa, rombongan direncanakan berangkat 15-18 Juli 2019. Keberangkatan difasilitasi Erni Tour & Travel.
Selanjutnya pada Juni 2019, Samsul melakukan penghitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang, yang totalnya Rp 1,5 miliar, sedangkan alokasi APBD Kota Medan hanya Rp 500 juta.
Selanjutnya Samsul melaporkan masalah itu ke Wali Kota Medan. Dia lantas memerintahkan Samsul meminta bantuan kepada Iswar S, Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan dan Suherman Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Medan.
Mereka dimintai sebagai Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ikut dalam rombongan ke Jepang. Saat itu Samsul juga diperintahkan memintanya kepada Isa.
Kemudian di awal Juli 2019, Samsul dan stafnya Andika Suhartono, menemui Isa kantornya, untuk menyampaikan kebutuhan dana operasional Wali Kota Medan ke Jepang. Samsul meminta Rp 200 juta. Isa pun menyanggupinya.
Penyerahan uang dilakukan di rumahnya di Jalan STM Gang Persatuan Nomor 25, Sitirejo, Medan Amplas.
Kemudian Andika menukarkan uang itu jadi mata uang Yen di Money Changer. Setelah itu Andika menyerahkan kepada Samsul di ruang kerjanya pada 14 Juli 2019.
Penyerahan uang dalam bentuk Yen itu pun dilaporkan kepada Dzulmi Eldin di rumah dinasnya. Samsul juga melaporkan total uang yang diberikan kepala OPD lainnya berjumlah sebesar Rp800 juta.
Setelah itu Eldin meminta Samsul menyimpannya untuk dipergunakan selama kunjungan di Jepang.
Namun setelah selesai kunjungan ke Jepang pada Oktober 2019, ternyata biaya perjalanan masih kurang, Dzulmi Eldin dan Samsul mendapat informasi dari Tandeanus selaku pemilik Erni Tour & Travel bahwa mereka masih berutang Rp 900 juta.
Atas informasi itu, Dzulmi Eldin memerintahkan Samsul meminta tambahan dana kepada kepala OPD lainnya, termasuk Isa.
Rincianya, Suherman diminta Rp 200 juta, Iswar Lubis Rp 200 juta, Isa Rp 250 juta, Kepala Dinas PUPR Benny Iskandar Rp 250 juta, Sekretaris Dinas Pendidikan Johan Rp100 juta, dan Kepala Dinas Kesehatan Edwin Effendi Rp 100 juta.