Rancangan Perpres Pelibatan TNI Atasi Teroris Dikritik

Pasukan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) TNI mengikuti simulasi penanggulangan teror di Ancol Jakarta, 9 April 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Ketua Setara Institute Hendardi mengkritik Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme. Ia menilai hal tersebut dapat merusak integritas hukum sekaligus mengancam kebebasan sipil. 

Presiden Prabowo Beri Kesempatan Koruptor Bertobat tapi Hasil Curiannya Dikembalikan ke Negara

“Rancangan Perpres tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme, merusak Integritas hukum dan mengancam kebebasan sipil,” kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Senin, 11 Mei 2020.Ia menjelaskan, draft Rancangan Perpres yang dikirim oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ke DPR RI, untuk memperoleh persetujuan DPR merupakan mandat Pasal 43I ayat 1, 2, dan 3 UU No 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 

“Pada intinya menyebutkan bahwa tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang, yang detailnya kemudian didelegasikan untuk diatur dalam Perpres,” jelasnya. 

KSAL: Fungsi Pengawasan Miliki Peran Penting dalam Menjamin Program Kerja TNI AL

Oleh sebab itu, menurut Hendardi sebagai regulasi turunan dari pasal 431, Rancangan Perpres tidak boleh melampaui ketentuan yang secara tegas diatur dalam Pasal 43I yang merupakan dasar hukum Rancangan Perpres. 

Ia menguraikan, jika mengacu kepada pasal 431 UU No 5/2018 maka seharusnya disusun oleh pemerintah dalam menerjemahkan mandat delegasi dari norma tersebut adalah menyusun kriteria dan skala ancaman, jenis-jenis terorisme, teritori tindak pidana terorisme, prosedur-prosedur pelibatan, termasuk mekanisme perbantuan terhadap Polri, dan akuntabilitas pelibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme. 

TNI AL Kembali Akan Kirim Pasukan Satgas MTF TNI Konga ke Lebanon untuk Jalankan Misi Perdamaian Dunia

“Dari draft yang beredar, Rancangan Perpres yang disusun pemerintah justru keluar jalur dan melampaui substansi norma pada Pasal 43I tersebut,” kata Hendardi. 

Dalam Rancangan Perpres yang disusun itu, kata Hendardi pemerintah justru mengukuhkan peran TNI secara permanen dengan memberi tugas TNI memberantas terorisme secara berkelanjutan, dari hulu ke hilir, di luar kerangka criminal justice system, dengan pendekatan operasi teritorial. 

“Draft Perpres juga mengikis kewenangan konsultatif DPR dan kewenangan Presiden untuk mengeluarkan Keputusan Presiden terkait pelibatan TNI dalam operasi militer selain perang,” ungkapnya. 

Hendardi menyayangkan, cara penyelundupan hukum yang diadopsi dalam Rancangan Perpres bisa mengancam supremasi konstitusi, mengikis integritas hukum nasional dan mengancam kebebasan sipil warga.

Disisi lain, Rancangan Perpres juga berpotensi men-sabotase tugas-tugas yang selama ini dijalankan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yang merupakan leading sector dalam pencegahan dan pemulihan atau deradikalisasi dan merusak pemberantasan terorisme dalam kerangka sistem peradilan pidana yang selama ini dijalankan oleh Polri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya