Tolong, Keluarga Maiyah Tak Dapat Bantuan Corona Saat Putrinya Lumpuh
VIVA – Pemerintah telah menganggarkan bantuan jaring pengaman sosial bagi masyarakat terdampak covid-19. Namun bagi keluarga Maiyah (30 tahun) dan Herman Felani (35 tahun) yang memiliki putri Noviyanti (11 tahun) dalam kondisi lumpuh sejak usia empat bulan, tidak mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah.
Maiyah bercerita bahwa suaminya bekerja sebagai petugas keamanan di daerah Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Gajinya hanya Rp3 juta per bulan yang digunakan untuk memenuhi kehidupan suami, istri, dan tiga anaknya.Â
Saat pandemi covid-19 ini, keluarga tersebut mengaku belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah, baik Pemkab Serang maupun Pemprov Banten.
"Enggak ada bantuan (dari pemerintah), ada geh tahun 2012, dapat bantuan Rp2 juta, katanya setahun satu kali, cuma sekali itu dapat bantuannya. Belum ada yang ngasih bantuan, PKH, Jamsosratu, enggak ada bantuan, baru ini dapat bantuan," kata Maiyah, ditemui dirumahnya, Sabtu 9 Mei 2020.
Putri pertamanya, Noviyanti menderita kelumpuhan sejak usianya empat bulan. Sang istri bercerita bahwa putrinya ketika berusia empat bulan mengalami kejang-kejang dan sempat dirawat selama empat hari di RSUD Serang. Usai itu, anaknya menjadi lumpuh hingga kini.
Rumahnya yang berlokasi di RT 04, RW 01, Kampung Kramat Tegal, Desa Kramatwatu, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten masih menumpang di tanah negara. Bangunannya pun seadanya, lantainya masih dari semen. Sedangkan dindingnya dari triplek yang di cat, atap rumahnya dari asbes.
"Ya orang lagi pas umuran jalan empat bulan langsung dibawa ke rumah sakit Serang, terus di rontgen, tapi hasilnya bagus. Diperiksa sama dokter, katanya enggak ada penyakitnya. Empat hari di RS Keluhannya setip (kejang), tapi stip dingin. Kaku badannya panas, enggak setip. Kalau habis bangun tidur itu stip terus," terangnya.
Sedangkan untuk makan sehari-hari, Maiyah terpaksa berutang dulu ke warung. Kemudian saat suaminya gajian, maka dibayar utang tersebut. Namun pendapatannya harus dibagi untuk ongkos kerja sang suami yang jauh dari rumah.
"Untuk makan ngambil dan kebutuhan sehari-hari ngambil dulu di warung, nanti gajian baru bayar. Tanahnya punya negara, cuma ngebangun materialnya aja. Kalau digusur enggak tahu tinggal di mana lagi, kalau dulu ngontrak," jelasnya.