Dampak Psikologi Virus Corona di Indonesia dan Cara Mengatasinya
"Ada satu orang yang menjelaskan kekerasan yang dialaminya," kata Phebe.
"Klien saya ini dipukuli oleh kakak laki-lakinya karena membela kakak ipar dan keponakannya yang dipukuli terlebih dulu."
"Hal ini bukan cuma sekali, tapi sudah berulang kali. Ketika yang bersangkutan melapor ke ibunya, ibunya malah menyalahkan yang bersangkutan."
"Yang bersangkutan akhirnya malah merasa bersalah. Jadi selain kekerasan fisik dia juga mengalami tekanan emosional dan juga kata-kata kasar," kata Phebe.
Masalah ini menurut Phebe semakin memburuk di tengah situasi pandemi, karena kliennya ingin keluar dari kondisi yang dialaminya.
"Yang bersangkutan tertekan dengan kondisi demikian dan ingin keluar. Tapi kondisi sekarang tidak memungkinkan. Mau tidak mau tetap di rumah sehingga tambah tertekan," kata Phebe lagi yang sehari-harinya bekerja di klinik psikologi Dear Astrid di Surabaya.
Menurut Phebe, apa yang didengarnya sebagai relawan dalam situasi COVID-19 ini berbeda dengan apa yang dilakukannya sebelumnya.
"Ketika di klinik, karena saya lebih membantu klien remaja dan dewasa awal, saya sempat menangani soal masalah pekerjaan, masalah pendidikan, dan krisis dalam kehidupan remaja mereka, soal kebingungan akan jadi apa, cita-cita dan harapan," kata Phebe.
Mengikuti webinar gratis sebagai salah satu cara menghabiskan waktu
Di tengah pandemi tersebut, bagaimana masyarakat di berbagai negara beradaptasi secara psikologis?
Moh Abdul Hakim PhD dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo terlibat dalam survei global yang melibatkan peneliti dari 35 negara dengan tujuan utk memetakan dampak psikologis pandemi dan daya resiliensi masyarakat.