Nasib Buruh saat Krisis Corona: Tak Dapat Pesangon, Tabungan Habis
- bbc
Buruh kontrak paling terdampak
Menurut Sarinah dari Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan, buruh kontrak, atau mereka yang dipekerjakan hanya untuk periode tertentu, lebih rentan dipecat dalam krisis ekonomi ketimbang karyawan tetap. Jumlah buruh kontrak yang sudah tidak lagi bekerja sulit ditentukan karena keberadaannya susah terdeteksi oleh serikat buruh, kata Sarinah.
"Ketika order itu menurun maka perusahaan akan mengurangi pekerja, yang akan dikurangi dulu adalah buruh-buruh dengan status kontrak atau outsourcing karena itu lebih gampang secara hukum dan itu tidak terlalu mahal. Berbeda misalnya kalau mereka harus melakukan PHK kepada buruh-buruh yang statusnya tetap, biayanya itu lebih besar karena ada pesangon," ujar Sarinah.
Satu bulan sebelum Lebaran biasanya dimanfaatkan perusahaan untuk melepas para buruh kontrak, sehingga mereka tidak perlu menunaikan kewajiban membayar THR, menurut Indrasari Tjandraningsih, pengajar Manajemen Hubungan Industrial di Universitas Parahyangan, Bandung.
"Karena sebelum krisis pun sudah banyak sekali praktik pekerja kontrak dilepas hanya beberapa minggu sebelum Lebaran, karena kewajiban membayar THR [harus dilakukan] dua minggu sebelum Lebaran. Itu sudah praktik lama dan sekarang terjadi lagi, dan alasan pandemi Covid-19 itu menjadi sangat sulit. Kita sulit membantah bahwa memang situasi sekarang ini memang membawa kesulitan, pengusaha sulit, pekerja jauh lebih sulit," kata Indrasari.
Pandemi Covid-19 juga mempersulit para buruh untuk mencari pekerjaan alternatif.
"Kalau di-PHK sebelum masa pandemi, mereka bisa mencari alternatif pekerjaan lain, apakah cari di pabrik lain atau banting setir dengan berjualan atau membuat produk-produk UMKM karena pasarnya ada, peluangnya ada. Tapi di masa sekarang, begitu dia di-PHK larinya ke bantuan keluarga, tapi dalam masa ini keluarga juga susah, berhutang juga susah," kata Indrasari.