Jurus Warga Indonesia Hadapi Pandemi Corona: Semangat Gotong Royong
"Saat saya baca dan pelajari, memang ternyata rumit. Tapi bisa dikerjakan," ucapnya yang juga keluar-masuk toko kain untuk menemukan bahan yang sesuai.
Prototipe baju hazmat kemudian dibawa Budhi ke para dokter untuk dicoba, sambil menerima masukan untuk menyempurnakan baju hazmat jahitannya.
"Setelah semua dokter … menyatakan, "oke, [baju] ini sudah aman dan nyaman digunakan" barulah saya mulai memproduksi dalam jumlah banyak untuk disumbangkan kepada para tenaga kesehatan di Yogya," ujarnya.
Untuk pengujian kualitas dan keamanan, Budhi juga sudah mengirimkan baju jahitannya ke Pusat Pencegahan Penyakit Menular dan Balai Besar Tekstil milik Kementerian Perindustrian.
Sudah melibatkan 62 penjahit
Budhi menilai sebenarnya tugas negara untuk memastikan ketersediaan APD, sebagai "alat perang" bagi para tenaga kesehatan ini di seluruh pelosok Indonesia.
Tapi ia memilih untuk membuat baju hazmat dengan keterlibatan komunitas Majelis Mau Jahitin (Mamajahit).
>Dari awalnya yang hanya melibatkan enam orang, kini ada 62 penjahit di Yogyakarta yang terlibat.
Baju hazmat buatan Mamajahit dibagikan gratis kepada tenaga medis, sementara biaya pembuatan baju hazmat Mamajahit sepenuhnya dibiayai dari donasi warga yang menyumbang.
"Paramedis di Yogya dan sekitarnya [kami minta] mengisi form di google spreadsheet terkait apa kebutuhannya dan di rumah sakit atau puskesmas mana mereka berasal."
"Setelah baju hazmatnya siap, kami distribusikan ke rumah sakit berdasarkan skala prioritas yang mendahulukan rumah sakit rujukan COVID-19," jelas Budhi.
Budhi mengatakan ada pula donatur yang memesan APD buatannya untuk dikirimkan ke rumah sakit lain di luar Yogya.
Harga baju Hazmat yang bisa digunakan berkali-kali adalah Rp125.000, sementara yang sekali pakai Rp60.000, sudah termasuk ongkos menjahit Rp15.000 per baju.