Uji Coba Plasma Darah Penyintas Covid-19 Sudah Dimulai di Indonesia
"Kita mulai baca laporan dari berbagai jurnal [ilmiah] itu ternyata tidak cukup kalau swab tenggorokan atau nasal, mungkin juga swab dari rektal atau anal. Karena virus ini kan clearance -nya atau salah satu jalur keluar dari tubuh adalah melalui rektum, jadi kalau dari rongga atas sudah bersih, pastikan rongga bawahnya sudah bersih apa belum," kata Ahmad.
Ahmad mengatakan bahwa pasien Covid-19 yang sudah sembuh di China tidak langsung dilepas ke masyarakat dan mereka harus dikarantina lagi selama dua minggu. Mereka juga dimonitor secara berkala dengan tes.
"Kelemahan [uji klinis plasma darah] karena kriterianya masih moving target, apa kriteria sembuh? Lalu apa kriteria donor? Apakah cukup dengan PCR tes dua kali, dengan periksa tenggorok, dan jika itu bersih apakah itu cukup? Karena orang bisa kena [virus corona] lagi. Ketika ia sembuh belum tentu kebal. WHO juga sudah mengeluarkan datanya," jelasnya.
"Butuh 45 menit"
Salah satu penyintas Covid-19 di Indonesia yang sudah menyumbangkan plasma darahnya untuk uji klinis tersebut adalah Ratri Anindyajati, atau pasien 03.
Ratri mengatakan bahwa awalnya ia tak langsung yakin akan berpartisipasi dalam penelitian tersebut.
"Waktu awal di-approach sama Kemenkes melalui RSPAD [Gatot Soebroto] kan dibilangin, iya nih, ternyata ada penelitian bahwa plasma darah yang sudah sembuh bisa bantu yang sedang sakit. Tapi karena aku pribadi bukan orang medis sama sekali jadi begitu dikasih tahu bahwa itu nanti darah merahku diambil semuanya, terus masuk ke sebuah mesin, disaring plasma darahnya, itu takut saja sebenarnya. Itu bagaimana sih konsepnya? Mesinnya seperti apa?" kata Ratri.
Ia lalu memikirkan permintaan tersebut selama dua minggu, yang dipakainya untuk pelan-pelan membaca dokumen yang diberikan oleh pihak rumah sakit sebelum menandatangani pernyataan yang menunjukkan kesediaannya menjadi donor plasma darah.