Dibalik Alasan Pemerintah Pilih Opsi PSBB Dibanding Lockdown
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Doni Monardo mengatakan opsi karantina wilayah atau lockdown tidak tepat di Indonesia. Hal itu mengingat, banyak daerah merupakan permukiman padat penduduk.
"Sehingga pilihan untuk tidak lockdown adalah suatu upaya yang sangat baik," kata Doni, Senin 27 April 2020.
Doni bilang, imbauan jaga jarak dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar dianggap paling baik meminimalisir risiko penularan yang lebih banyak. Ia juga memperkirakan, jumlah anggaran dan distribusi bantuan yang sulit di luar kendali, jika benar-benar suatu wilayah 'dikunci' pada rentang waktu tertentu.
"(Tidak lockdown) Dimana kita semua mampu menjaga keseimbangan antara memperhatikan aspek kesehatan dan juga memperhatikan aspek piskologis masyarakat," ujarnya.
Menurut Doni, pada saat ini, yang benar-benar menjadi prioritas utama adalah memutus rantai penularan di masyarakat. Pemerintah, kata dia, mengawasi kelompok rentan yakni masyarakat yang memiliki penyakit penyerta seperti jantung, diabetes, pneumonia dan penyakit lainnya.
"Dan hampir di semua daerah saudara-saudara kita yang wafat mengalami penyakit kronis atau penyakit bawaan. Oleh karenanya kewajiban kita semua untuk menjaga lansia dan kelompok yang punya penyakit penyerta ini terlindungi dari anak muda yang punya mobilitas tinggi tetapi mereka tidak menunjukan gejala. Dan mereka bisa berpotensi sebagai silent killer. Oleh karenanya sekali lagi kelompok OTG atau orang tanpa gejala ini harus kita pisahkan," kata dia.
Doni tak bosan-bosan mengimbau kepada seluruh daerah untuk tetap meminta masyarakat mengikuti aturan Physical distancing. Menurutnya, tugas memutus rantai penyebaran virus berbahaya ini adalah tugas semua pihak.
"Jangan lah membiarkan masyarakat kita berada pada satu titik, di mana satu sama lainnya salong berdekatan. Karena potensinya akan bisa menimbulkan seseorang itu terpapar, terinfeksi lantas mengalami sakit ringan, sedang, dan akhirnya kritis," ujarnya.