Polisi di Malang Klaim Tangkap Anarko, LBH: Mereka Aktivis Agraria
VIVA – Polresta Malang Kota mengklaim telah menangkap tiga tersangka kasus vandalisme, yang diklaim sebagai bagian dari kelompok anarko. Mereka berinisial MAA (20 tahun) warga Pakis, Kabupaten Malang, SRA (20 tahun) warga Singosari, Kabupaten Malang dan AFF (22 tahun)asal Buduran, Sidoarjo.
Kapolresta Malang Kota, Komisaris Besar Polisi Leonardua Simarmata, mengungkapkan bahwa mereka berstatus mahasiswa perguruan tinggi di Kota Malang. Leo menyebut ada enam titik yang menjadi lokasi vandalisme oleh ketiga tersangka.
"Masih kami proses dan dilakukan pengembangan (terkait jaringan anarko). Mereka melakukan vandalisme di di Jalan Sunandar Priyo Sudarmo, Jalan LA Sucipto, Pertigaan Jalan Tenaga, Jalan Ahmad Yani Utara, Jalan Jaksa Agung Suprapto, dan Underpass Pintu Tol Karanglo," kata Leonardus, Rabu 22 April 2020.
Ketiga mahasiswa ini diduga merusak properti milik orang lain atau melakukan coretan di dinding dengan kata-kata berbau profokatif. Adapun tugas dari ketiga mahasiswa ini adalah, MAA bertugas membeli pilox dan pencoretan, SRA berinisiatif melakukan pencoretan dan AFF mengawasi aksi pencoretan.
"Motifnya karena merasa dirugikan oleh sistem kapitalis. Beraksi kisaran waktu pukul 00.00 hingga 04.00 WIB. Pakai pilox hitam dan mencari lokasi yang sepi dan pas. Mereka diancam pasal 160 KUHP, berbunyi, barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun," ujar Leonardus.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya pos Malang menyatakan penangkapan ketiga mahasiswa ini tidak sesuai prosedur. Tidak ada bukti keterlibatan ketiga mahasiswa ini sebagai bagian dari kelompok anarko.
Ketiga tersangka diklaim pihak LBH merupakan aktivis agraria. Mereka pernah melakukan advokasi di Desa Tegalrejo, Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, mengenai penyerobotan lahan oleh PTPN.
"Tindakan penahanan ini tidak mencerminkan profesionalitas polisi sebagai penegak hukum yang melakukan tindakan penangkapan dan penahanan tidak sesuai aturan yang ada. Hal ini sangat bertentangan dengan azas keadilan.
Apalagi tuduhan yang disangkakan sangat samar. Polisi lalu menaikkan status mereka menjadi tersangka, dengan Pasal 160 Tentang Penghasutan yang merupakan delik materil," ungkap Pengacara Publik LBH Surabaya, Jauhar Kurniawan.