Bupati Muara Enim Non Aktif Ahmad Yani Dituntut 7 Tahun Penjara

VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Roy Riyadi, menuntut terdakwa Ahmad Yani, Bupati Muara Enim non aktif, dihukum tujuh tahun penjara dan bayar denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara.

Tuntutan tersebut dijatuhkan terhadap Ahmad Yani karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi untuk 16 proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR)  Kabupaten Muara Enim. Tuntutan terhadap terdakwa disampaikan dalam persidangan yang berlangsung secara live-streaming online di Pengadilan Negeri (PN) Klas 1 A Khusus Palembang, Selasa, 21 April 2020.

Selain tuntutan tersebut, terdakwa juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp3,1 miliar. Hak politik terdakwa untuk dipilih pun dicabut hingga lima tahun setelah putusan sidang sudah inkracht.

JPU menuntut terdakwa, berdasarkan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 202 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan pasal 55 ayat 1 Juncto pasal 64 ayat 1.

Roy mengungkapkan, berdasarkan fakta persidangan, Ahmad Yani terbukti mengatur dan memanipulasi proses lelang 16 proyek perbaikan jalan di Kabupaten Muara Enim dengan meminta biaya komitmen sebesar 15 persen dari nilai proyek sebesar Rp13,4 miliar.

"Sebanyak 10 persen dari uang komitmen diserahkan kepada Ahmad Yani. Sedangkan lima persen dibagi-bagi untuk pejabat lain. Proses lelang sendiri memang dibuat lebih sulit, sehingga kontraktor tidak bisa mengikuti persyaratan yang ditentukan," jelasnya.

Dia menerangkan, hal ini dilakukan agar pemenang lelang dapat diarahkan kepada kontraktor yang disetujui oleh Ahmad Yani. Diketahui, nilai total proyek 16 paket tersebut sekitar Rp129,4 miliar dan diserahkan kepada kontraktor Robi Okta Pahlevi.

Sebelumnya, Robi, penyuap Ahmad Yani yang terjaring operasi tangkap tangan KPK pada September 2019, divonis tiga tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan penjara. Selain menyuap Ahmad Yani, Robi juga menyuap 25 anggota DPRD, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan beberapa pejabat lainnya.

Terungkap Alasan Anak Jenderal Ahmad Yani Membisu Selama 4 Tahun

Dalam melakukan aksinya, Ahmad menjadikan Elfin MZ Muchtar sebagai tangan kanannya. Dia juga yang mengatur proses suap dan menjadi penghubung antara Ahmad Yani dengan Robi.

Elfin yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Muara Enim terbukti secara sah dan meyakinkan menyalahi wewenang, sehingga menyebabkan terjadinya tipikor. 

Kesedihan Anak Ceritakan Tak Boleh Lihat Jasad Jenderal Ahmad Yani

Hal ini diperkuat dengan keterangan saksi dan barang bukti yang dihadirkan selama persidangan. Elfin pun dituntut dengan pidana penjara hingga empat tahun.

Roy mengatakan, selain uang senilai Rp3,1 miliar yang diminta untuk diganti, Ahmad Yani juga telah menerima barang lain berupa dua unit mobil dan dua bidang tanah di Muara Enim senilai Rp1,25 miliar, dan juga uang 35.000 dolar AS.

Profil Ahmad Yani, Jenderal TNI yang Dibunuh di Depan Anaknya

"Hanya saja, untuk uang 35.000 dolar AS, mobil, dan dua bidang tanah sudah disita. Sedangkan untuk Rp3,1 miliar diduga sudah dinikmatinya lebih dulu," ungkap Roy. 

Roy menegaskan, uang sebesar Rp3,1 miliar harus dibayarkan paling lambat satu bulan setelah putusan sudah inkracht. Apabila Ahmad Yani tidak mampu membayarnya, maka seluruh aset akan disita. Jika aset tersebut tidak mencukupi, maka akan digantikan dengan waktu hukuman penjara satu tahun.

Berdasarkan fakta persidangan, penyidik KPK juga telah membuat surat perintah penyidikan (Sprindik) kepada dua orang yang ikut terseret dalam kasus ini. "Ada dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya. 

Usai mendengarkan tuntutan JPU, majelis hakim yang diketuai Erma Suharti mengatakan, sidang dengan agenda pembelaan yang disampaikan oleh terdakwa bersama kuasa hukumnya, akan digelar pada Selasa pekan depan, 28 April 2020. 

Hanya saja, dalam persidangan tersebut, Penasehat Hukum Ahmad Yani, Muhammad Rudjito meminta agar berkas tuntutan dapat segera diberikan karena berkas itu akan dipelajari.

Dalam sidang streaming itu, Kuasa Hukum Yani meminta agar berkas dikirim secara virtual. Hanya saja, Jaksa KPK menolak hal tersebut karena hanya berkas asli yang bisa diberikan.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya