Tak Cukup Rp300 T, BI Guyur Lagi Pasar Keuangan Ratusan Triliun

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Bank Indonesia (BI) kembali menambah injeksi likuditas di pasar uang dan perbankan untuk menjaga daya tahan ekonomi di tengah tekanan pandemi virus corona (Covid-19). Sebelumnya, pada akhir Maret 2020, BI telah mengumumkan injeksi likuditas hampir Rp300 triliun.

BI Dorong UMKM Manfaatkan Teknologi AI

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, tambahan injeksi likuditas tersebut berasal dari penurunan kembali Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah mulai 1 Mei 2020. Penurunan ditetapkan sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk bank umum syariah atau unit usaha syariah.

"Penurunan GWM rupiah ini akan menambah likuiditas perbankan Rp102 triliun," kata dia saat telekonferensi, Selasa, 14 April 2020.

Setelah Bank Indonesia, Giliran KPK Geledah Kantor OJK soal Korupsi Dana CSR

Kemudian, dia melanjutkan, suntikan tambahan likuditias itu juga dilakukan melalui kebijakan tidak diberlakukannya kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik bank umum maupun syariah selama satu tahun mulai 1 Mei 2020.

"Jadi kami sudah injeksi likuiditas tambahan Rp102 triliun GWM rupiah juga tidak menerapkan kewajiban RIM tambahan Rp15,8 triliun," tegasnya.

Rupiah Melemah Lagi, Misbakhun: Bukan Akibat KPK Geledah BI

Karena itu, Perry menekankan, dengan kebijakan injeksi likuditas sebelumnya yang hampir senilai Rp300 triliun maka dengan tambahan itu, injeksi likuditas secara keseluruhan pada tahun ini telah hampir menyentuh angka Rp420 triliun. Dengan itu, diharapkan perekonomian Indonesia bisa tetap tumbuh di tengah tekanan pandemi.

"Jadi tambahannya yaitu adalah hampir Rp420 triliun injeksi likuiditas atau quantitative easing. Bagaimana yang hampir Rp420 triliun itu bisa dorong pemulihan ekonomi," paparnya.

Sebagai informasi, BI telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan hampir Rp300 triliun dilakukan melalui berbagai kebijakan, seperti pembelian SBN dari pasar sekunder sebesar Rp166 triliun, hingga melalui mekanisme term-repo dengan underlying SBN yang dimiliki perbankan lebih dari Rp56 triliun.

Kemudian, dengan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sebesar 50 bps berlaku efektif 1 April 2020, yang menambah likuiditas sekitar Rp22 triliun, setelah sebelumnya telah dilakukan penurunan GWM pada 2019 dan awal 2020 yang menambah likuiditas sekitar Rp53 triliun.

"Dan penurunkan GWM valas sebesar empat persen untuk menambah likuiditas valas perbankan sekitar US$3,2 miliar," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya