Hadapi Tekanan Corona, BI Tetapkan Empat Kebijakan Pelonggaran Moneter

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Bank Indonesia (BI) menetapkan empat kebijakan tambahan guna mendorong ekonomi terus tumbuh, meskipun hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 13-14 April 2020 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 4,5 persen.

Rupiah Melemah ke Rp 15.788/US$ Tertekan Pilpres AS hingga The Fed

Gubenur BI, Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan pertama ditujukan untuk stabilisasi dan penguatan nilai tukar rupiah, dengan cara meningkatkan intensitas kebijakan triple intervention baik melalui spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.

"Dengan langkah-langkah ini Bank Indonesia meyakini bahwa nilai tukar rupiah yang saat ini masih undervalued secara fundamental akan bergerak stabil dan menguat mengarah ke Rp15.000 di akhir 2020 ini," kata dia saat telekonferensi hasil RDG BI, Selasa, 14 April 2020.

BI dan Otoritas Moneter Singapura Perpanjang Kerja Sama Keuangan hingga 2027, Intip Detailnya

Adapun kebijakan tambahan kedua, Perry melanjutkan, ditujukan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional dari dampak wabah virus corona (Covid-19), dengan cara meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas atau quantitative easing.

Yaitu, melalui penyediaan term-repo kepada bank dan korporasi menggunakan transaksi underlying SUN atau SBSN dengan tenor hingga satu tahun. Serta, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah masing-masing sebesar 200 basis poin (bps) untuk Bank Umum Konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah.

Rupiah Melemah ke Level Rp 15.760 per Dolar AS Pagi Ini

Kemudian, juga dengan tidak memberlakukan kewajiban tambahan Giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) baik terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah untuk periode 1 (satu) tahun. Semua itu mulai berlaku 1 Mei 2020.

Sementara itu, kebijakan ketiga, dikatakan Perry untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan dan sehubungan dengan penurunan GWM Rupiah tersebut, maka BI menaikkan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan sebesar 50 bps untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah.

"Mulai berlaku 1 Mei 2020. Kenaikan PLM tersebut wajib dipenuhi melalui pembelian SUN/SBSN yang akan diterbitkan oleh Pemerintah di pasar perdana," tegasnya.

Terakhir, kebijakan keempat ditujukan untuk semakin memperluas penggunaan transaksi pembayaran secara non tunai dalam memitigasi dampak COVID-19. Karenanya, Bank Indonesia meningkatkan berbagai instrumen kebijakan sistem pembayaran.

Misalnya, mendukung program Pemerintah dalam percepatan penyaluran program-program bantuan sosial secara nontunai kepada masyarakat bersama Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) melalui akselerasi elektronifikasi penyaluran program-program sosial pemerintah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya