Profil Andi Taufan Garuda Putra, Stafsus Jokowi dan Pendiri Amartha

VIVA – Staf Khusus (Stafsus) Jokowi bidang Ekonomi dan Keuangan, Andi Taufan Garuda Putra kian menjadi buah bibir karena suratnya kepada Camat di Seluruh Indonesia. Bahkan di Twitter, dia menjadi trending topic karena dikritik oleh banyak pihak terkait etika dari penulisan surat tersebut.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Andi diketahui mengirimkan surat ke para camat terkait program Relawan Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Dalam keterangan surat itu dinyatakan bahwa perusahaanya, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) telah mendapat komitmen untuk berpartisipasi dalam program tersebut. 

Dia banyak dikritik lantaran menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia dan melekatkan jabatan Staf Khusus Presiden Jokowi. Sedangkan isinya, justru menawarkan perusahannya ikut andil dalam program yang dimaksud.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Dalam surat itu Amartha disebut akan melakukan edukasi kepada masyarakat sekaligus pendataan kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) untuk Puskesmas. Andi sendiri telah menyampaikan permohonan maaf dan menarik kembali surat tersebut.

Lantas siapa Andi sebelum menjabat sebagai Stafsus Milenial Jokowi?

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Andi merupakan Pendiri dan CEO Amartha. Dikutip VIVAnews dari situs resmi Amartha, hingga saat ini posisi Founder & CEO masih melekat. 

Penelusuran dari berbagai sumber, Andi merupakan lulusan sarjana dari Manajemen Bisnis Institut Teknologi Bandung (ITB). Selanjutnya dia meraih gelar Master of Public Administration dari Harvard University pada tahun 2016. 

Pria kelahiran 24 Januari 1987 itu merupakan lulusan dari SD Al-Azhar Kelapa Gading, Jakarta. Andi melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 6 Makassar, Sulawesi Selatan. Kemudian pada tahun 2004 ia tamat dari SMA Negeri 5 Bandung, Jawa Barat.

Selepas menyelesaikan pendidikan sarjana, dia bekerja sebagai konsultan bisnis untuk IBM Global Business Services selama dua tahun. Namun, ia melihat banyak masyarakat Indonesia kesulitan untuk mendapatkan akses finansial. Pada tahun 2009, dia pun meninggalkan pekerjaannya dan mendirikan Amartha.

Amartha sendiri berdiri tepat pada tahun 2010 sebagai perusahaan keuangan mikro yang menghubungkan pelaku usah amikro dengan pemodal secara online. 

"Cerita kami berawal dari banyaknya pengusaha mikro yang sulit mendapatkan modal usaha akibat keterbatasan jaminan, fluktuasi pendapatan, dan ketiadaan sejarah kredit. Namun, dengan teknologi yang tepat dan semangat gotong royong, kami percaya mereka dapat menjadi peminjam yang berkualitas. Di sisi lain, berinvestasi dalam usaha mikro terbukti menciptakan dampak sosial," demikian informasi resmi dari situs Amartha

Perusahaan pembiayaan ini memberikan akses permodalan untuk usaha mikro yang kemudian berubah menjadi perusahaan peer to peer lending.

 "Kami percaya kemudahan dalam mendapatkan akses permodalan untuk usaha mikro dapat berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat piramida bawah, membangun ketahanan ekonomi, dan mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya