Warga Diprediksi Tetap Mudik, Salah Satu Alasannya karena Biaya Hidup

Situasi mudik Lebaran di Stasiun Pasar Senen, Selasa 4 Juni 2019
Sumber :
  • VIVA/Eka Permadi

VIVA – Forum Masyarakat Transportasi Indonesia atau MTI memprediksi, masih ada sekitar 1,3 juta orang yang akan melakukan ritual mudik hingga musim Lebaran nanti. Padahal, mudik merupakan hal yang sangat berbahaya di masa pandemi corona seperti saat ini, karena justru bisa memperluas penyebaran virus tersebut.

Jelang Purna Tugas, Wapres Ma'ruf Amin Mudik ke Banten

Ketua Umum MTI, Agus Taufik Mulyono pun membeberkan tipe-tipe orang yang masih berpotensi melakukan mudik, dari kisaran jumlah 1,3 juta orang tersebut.

"Yang pertama, ada kelompok nekat mudik karena tradisi dan budaya mudik tahunan. Sebagaimana yang Presiden katakan, bahwa kelompok inilah yang sulit dilarang untuk tidak mudik," kata Agus dalam telekonferensi, Selasa 14 April 2020.

Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19

Kemudian kelompok selanjutnya adalah kelompok nekat mudik, dengan alasan tidak ada pemasukan untuk biaya hidup. Agus memastikan bahwa kelompok ini juga bisa dibilang nekat, dan pasti mudik karena terdesak oleh keadaan secara ekonomi.

Selanjutnya, kelompok ketiga adalah kelompok yang bersikeras untuk mudik, karena menuruti permintaan orang tua atau keluarga. "Nah tiga kelompok inilah yang ada di dalam 1,3 juta orang yang berpotensi mudik tersebut," kata Agus.

ASDP Diapresiasi Kemenhub Jadi Instansi yang Berperan Aktif Dalam Angkutan Mudik Lebaran 2024

Karenanya, Agus pun mengusulkan sejumlah cara bagi pemerintah, agar bisa menghalau dan menekan keinginan masyarakat calon pemudik tersebut. Agar mereka tidak pulang kampung dan berpotensi menjadi penyebar virus corona, di kampung halamannya masing-masing.

Pemerintah Perlu Siapkan Bantuan dan Kampanye

Cara pertama, pemerintah bisa mengajak masyarakat untuk melakukan kampanye 'Jangan mau jadi ODP Demi Keselamatan Keluarga di Kampung'. Apalagi, lanjut Agus, hal itu sebenarnya juga didukung oleh banyak orang di kampung, yang sudah kompak untuk menolak orang yang mudik atau membuat aturan-aturan tentang bagaimana menerima kehadiran warganya yang mudik tersebut.

"Tapi sebaliknya ada juga tipe masyarakat yang walaupun mudik dilarang, namun mereka masih mempunyai sifat kemasyarakatan yang tinggi sehingga tetap akan menerima para pemudik tersebut. Meskipun para pemudik itu langsung dijadikan ODP," ujar Agus.

Cara yang kedua, dalam menghadapi masyarakat yang sudah tidak memiliki pemasukan jika mereka harus tetap berada di Jakarta, tentunya hal itu membutuhkan bantuan langsung tunai atau BLT dari pemerintah, dalam bentuk bahan pokok dan uang.

Kemudian cara ketiga, agar mereka bisa tetap mudik dalam artian berkomunikasi secara virtual tanpa tatap muka. Hal itu bisa dilakukan dengan pemberian voucher komunikasi oleh pemerintah.

"Yaitu kompensasi 'Kangen Mudik'. Hal ini sepertinya lebih mudah dilakukan karena bisa dideteksi dengan menggunakan teknologi," kata Agus.

Jadi, lanjut dia, siapa saja orang yang ingin mudik, nomor handphone-nya perlu dicatat. “Agar (saat diberikan voucher komunikasi) bisa dilacak. Tapi ini masih merupakan usul saja dari pihak kami," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya