Begini Penjelasan Dirut RSUD Soetomo soal Covid-19 Bertahan di Jasad
VIVA – Di tengah pandemi Corona Covid-19 diwarnai penolakan masyarakat terhadap pemakaman jenazah pasien yang diduga positif virus tersebut di beberapa daerah. Kebanyakan masyarakat juga khawatir virus masih bertahan di jasad pasien meninggal dan akan menulari.
Terkait itu, Direktur Utama RSUD dr Soetomo Surabaya yang juga Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuadi ikut angkat bicara. Ia mengatakan sebetulnya virus Corona akan mati ketika sel-sel tubuh yang meninggal juga mati.
Namun, memang belum ada literatur yang menjelaskan secara rinci berapa lama virus bertahan di tubuh orang yang sudah meninggal.
Karena itu, di buku pedoman pemulasaraan Covid-19 disarankan jenazah positif Covid-19 segera dimakamkan dalam 4 jam.
"Kalau kita kita meninggal, tidak semua sel kita langsung meninggal semua, tidak. Masih ada yang sedikit-sedikit bertahan, makanya virusnya bisa ada (bertahan) di sana," kata Joni di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis malam, 9 April 2020.
Ia menjelaskan, virus termasuk Covid-19, adalah benda mati, bukan makhluk hidup. Ia hanya rangkaian protein yang dilapisi lemak, kemudian bisa bertahan kalau menempel di benda hidup, maka ia bisa masuk ke dalam sel.
Virus ini masuk ke dalam saluran pernapasan dan bisa masuk ke dalam darah atau sel. Maka itu, lanjut Joni, saluran pernapasan jenazah pasien Covid-19 merupakan tempatnya virus namun masuk ke dalam sel darah.
Kata dia, ketika sel darah itu mati karena meninggal, maka virusnya juga ikut mati.
"(Tapi) Tidak ada satu pun literatur yang meneliti sampai berapa jam bertahannya virus corona atau SARS Cov 2 ini (di dalam jasad), belum ada. Hanya disarankan 4 jam segera dimakamkan," ujarnya.
Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas Covid-19 Jatim yang juga Dirut RSUD Malang, Kohar Hari Santoso, meminta masyarakat tak perlu panik berlebihan menyikapi jenazah Covid-19. Apalagi, protokol khusus merawat dan memakamkan jenazah Corona sudah diterapkan.
"Kewaspadaan tetap harus ada, tapi bukan dalam arti panik," tuturnya.