Pembahasan RUU Ciptaker Harus Pertimbangkan Berbagai Kajian

Demo buruh tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA – RUU Cipta Kerja yang kini mulai dibahas Badan Legislasi DPR RI masih terus menuai kontroversi. Dalam situasi inilah, tak hanya opini beberapa pihak yang patut didengar. DPR juga harus melihat kajian atau diskusi publik yang membahas secara ilmiah dan obyektif isi RUU.

Hal ini disampaikan M Yusuf Wibisono, akademisi dari Universitas Islam Sunan Gunung Djati yang beberapa bulan terakhir melakukan kajian terkait kontroversi RUU Ciptaker. Menurut Yusuf, suara terkait RUU Ciptaker di media, perlu diperkaya dengan kajian-kajian dari berbagai perspektif.

“Karena ini kan Omnibus Law, gabungan banyak undang-undang. Kebayang kan, ini tuh bangunan atau rancangan bangunan yang sangat besar. Kalau ia dibuat dengan tujuan memperbaiki iklim perekonomian, artinya banyak aspek yang harus dibahas di situ. Yang diperbaiki yang mana, yang diperdalam yang mana, yang didiskusikan yang mana harus jelas. Memang tidak mungkin diterima semua, atau sebaliknya, ditolak semua, padahal dibahas saja belum,” kata Yusuf dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 8 April 2020.

Pegiat kelompok diskusi Madrasah Malam Reboan UIN SGD Bandung itu menyatakan, dalam salah kajiannya bersama kolega akademisi lain, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akan merevisi 51 pasal dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan outlook perekonomian 2020 yang dirilis oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, isu ketenagakerjaan menjadi salah satu tantangan internal atas perekonomian Indonesia pada tahun depan. 

“Sampai di sini, kita memahami pentingnya perbaikan ekosistem ketenagakerjaan. Itu jelas kepentingan bersama. Masuk akal juga misalnya, kalau pemerintah bilang, pokok-pokok regulasi ketenagakerjaan perlu disusun ulang dagar sistem ketenagakerjaan yang lebih fleskibel dan kondusif terhadap iklim investasi serta iklim usaha,” ujar Yusuf.

Logikanya, tambah Yusuf, kalau iklim investasi baik, maka industri dan dunia usaha umumnya diharapkan membaik. Banyak tenaga kerja terserap. Dan inilah, menurut Yusuf yang dibutuhkan saat ini.

“Terlebih karena pandemik corona. Banyak industri terpukul, terancam gulung tikar dan PHK mulai terjadi. Orang butuh kerja, kan harus ada yang dikerjakan. Mempersoalkan hak-hak pekerja itu penting, tapi kita mau bicara apa kalau tidak ada lapangan kerja?,” ucapnya.

Lazimnya, tambah Yusuf, meningkatnya angka pengangguran hanya dapat diatasi dengan cara menyediakan lapangan kerja. Sedangkan lapangan kerja akan terbuka apabila ada kegiatan investasi yang kondusif, terutama pada sektor riil yang menghasilkan barang dan jasa.

Menurut peneliti dan pemerhati masalah sosial politik ini,  hal tersebut perlu menjadi perhatian karena tingkat pengangguran di Indonesia masih cukup tinggi. 

Kantongi Investasi Rp295 Triliun usai Kunjungan 5 Negara, Prabowo Subianto: Alhamdulillah!

“Pengangguran ini kalau merujuk data BPS jumlahnya mencapai 7 juta lebih. Kalau ditolak dengan angkatan kerja baru, lalu yang setengah penganguran sekitar 8 jutaan, ditambah pekerja paruh waktu 28,41 juta, keseluruhannya 45,84 juta (34,4 persen) angkatan. Saya kira, angka ini bisa saja semakin buruk karena situasi sekarang, ada corona. Nah, harus ada upaya yang menjanjikan untuk mengatasinya,” katanya.

Yusuf justru mengapresiasi Omnibus Law RUU Ciptaker yang memuat pengaturan hubungan antara pekerja dengan usaha kecil dan menengah yang berbasis pada kesepakatan kerja. 

Kunker ke Cina hingga AS, Prabowo Bawa Pulang Komitmen Investasi Rp294 Triliun

Demikian pula terkait dengan model pengupahan, dimungkinkan berbasis pada jam kerja ataupun berbasis harian, sehingga lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan perusahaan. 

Atau intinya, kata Yusuf, RUU ini berusaha membentuk iklim ketenagakerjaan yang easy hiring dan easy firing. 

Ketersediaan Lahan dan Infrastruktur, Kupang Siap Terima Investor

“Karena itu, ketika kita tahu bahwa RUU Ciptaker digagas untuk tujuan baik, maka bicarakan dengan baik. Sekali lagi, ini bangunan besar multi aspek, jangan digeneralisir sebagai produk yang seluruhnya negatif. Coba kita lihat, bagaimana kita melalukan percepatan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan?

Apakah kita sudah berusaha menyediakan lapangan pekerjaan dengan cara menyederhanakan perizinan investasi, dan meminimalisir tumpang tindihnya regulasi? Kalau belum, artinya RUU ini lebih dari layak dipertimbangkan,” kata Yusuf.

Indonesia investment Forum 2024 di London, Inggris.

Anindya Bakrie Ungkap RI Dorong Investasi Asing yang Menciptakan Lapangan Kerja

Hal itu disampaikan Anindya dalam sambutannya di acara Forum Investasi Indonesia 2024 (Indonesia Investment Forum/IIF) di Hotel Raffles, di The OWO, 57 Whitehall, London.

img_title
VIVA.co.id
23 November 2024