Pembatasan Sosial Skala Besar, yang Boleh dan Tidak Boleh
Social Distancing, Physical Distancing, dan PSBB
Sebelum mengumumkan pemberlakuan pembatasan sosial skala besar Presiden Jokowi telah mengimbau kepada masyarakat untuk belajar, bekerja dan beribadah dari rumah dalam upaya pembatasan sosial (social distancing) guna menghentikan penyebaran Covid-19.
Hal ini menyusul penetapan status Covid-19 sebagai bencana nonalam oleh Ketua Satgas Pelaksana Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo.
"Karena virus ini sudah dikategorikan pandemi global, statusnya bencana nonalam," kata Doni, Sabtu (14/03).
Istilah social distancing kemudian diubah menjadi physical distancing, alasannya karena `kurang bagus`.
"Social distancing itu nampaknya kurang bagus istilahnya, lalu ada istilah physical distancing yang lebih dianjurkan lagi, untuk menggunakan istilah jarak fisik," kata Menko Polhukam Mahfud MD saat teleconference dengan wartawan di Jakarta, Senin (23/03).
Dan kini, pemerintah memutuskan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), istilah dan pemaknaan yang mengacu pada Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam UU ini dijelaskan PSBB bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Covid-19 antarorang yang telah ditetapkan berisiko dan menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (Pasal 59 ayat 2).
Kegiatan masyarakat apa saja yang dibatasi PSBB?
Berdasarkan Pasal 59 ayat 3, hal-hal yang meliputi PSBB antara lain peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Dalam membatasi kegiatan di tempat umum, Kepala Kepolisian Indonesia, Idham Azis, telah mengeluarkan maklumat.
Dalam maklumat tersebut, kegiatan berkumpul dapat dibubarkan, dan dapat dikenakan sanksi pidana.