Pemerintah Indonesia Diminta 'Terbuka dan Tegas' Tangani Virus Corona
"Inisiatif" lockdown sejumlah pemda sangat bisa dipahami. Mereka yang belum terdampak pasti tidak akan mau terdampak.
Mereka yang sudah terdampak, ingin agar dampaknya tidak "menular" kepada yang lain [tetangganya].
Pada akhirnya, yang merasakan di lapangan adalah pemerintah daerah. Sejumlah pemda sudah kewalahan dengan kasus covid19 dan sistem kesehatan mereka sudah mulai terdampak.
Dan karena di era desentralisasi dan demokratisasi ini kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat setempat dan bertanggungjawab pada mereka, kepada merekalah, bukan kepada pemerintah pusat, akuntabilitas dituntut.
Kesulitan apa yang menurut Anda bisa terjadi jika tidak ada lockdown seperti yang tadi Anda sampaikan?
Ambillah contoh distribusi APD [Alat Pelindung Diri] yang bikin ramai di media. Distribusi APD jelas tidak merata.
Dalihnya: tidak semua zona merah.
Kalau tidak ada lockdown, ada mobilitas orang dari zona merah ke daerah yang masih aman, misalnya lewat mudik, maka daerah aman itu akan jadi merah.
Lantas apakah zona yang baru merah itu akan mendapat distribusi alat kesehatan, APD, dan tenaga kesehatan? Belum tentu. Saat ini saja nakes kita tidak terdistribusi merata.
Data yang saya ingat dari 13 ribu lulusan dokter per tahun, 70 persen maunya bekerja di Jawa - Bali. 50 persen dari 70 persen ini maunya di Jabodetabek. Itu gambarannya.
Juga kualitas fasilitas kesehatan kita. Rentang kualitasnya jauh.
Pekerja membuat alat perlindungan diri (APD) tenaga medis di Pusat Industri Kecil, Penggilingan, yang dijual seharga Rp45.000 untuk jenis sekali pakai, 26 Maret 2020.
Supplied: ANTARA/Galih Pradipta
Nah sekarang masyarakat kita perantau. Dan semua merantau ke daerah yang sekarang zona merah. Kebayang nggak jika tidak ada lockdown? Merahnya akan merata.
Jadi, dari kacamata ini saja, langkah lockdown pemda ini sangat wajar dan logis.
Kebayang enggak galaunya pemda Wonogiri hari ini membaca sekian ribu warga Wonogiri menyewa bus pulang kampung?
Mereka itu para penjual bakso dan jamu gendong di Jabotabek yang sekarang sepi pembeli.
Satu sisi, wajar. Daripada merana di Jakarta, mending merana di kampung.
Tapi di sisi lain ... kalau mereka sudah menjadi carrier Covid-19 [pembawa virus], Wonogiri akan segera jadi zona merah dan kolaps.
Anda tadi juga sempat menyebut lockdown di wilayah tempat tinggal Anda. Apakah juga dijalankan inisiatif tersebut di sana?
Dukuh [sub-desa] saya di kelurahan Sinduharjo, kecamatan Ngaglik, kabupaten Sleman DIY.
Ini memang inisiatif lokal, warga sekitar, untuk saling melindungi agar tidak ada penularan.
Jadi yang dicegah adalah masuknya tamu atau pendatang untuk bertamu dan menginap. Jika ada warga yang merantau juga diimbau untuk tidak pulang dulu.
Warga juga dibatasi keluar masuk kampung kecuali untuk urusan-urusan mendesak. Di ujung jalan rencananya juga dijaga, dengan skema piket.
Selain itu semua rumah diwajibkan menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun di depan rumah masing-masing.
Apakah Anda juga mengikuti bagaimana reaksi negara-negara lain terkait kebijakan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi COVID-19?