Korupsi di Bakamla, KPK Siap Hadapi Praperadilan Bos CMIT
- Istimewa
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kesiapan menghadapi praperadilan yang diajukan Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno. Rahardjo melawan KPK karena penetapannya sebagai status tersangka korupsi proyek backbone coastal surveillance system di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun 2016.Â
Sidang perdana praperadilan Rahardjo Pratjihno melawan KPK ini rencana bakal digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari ini, Senin, 30 Maret 2020.
"Terkait permohonan gugatan pra peradilan yang diajukan tersangka RP (Rahardjo Pratjihno) dalam perkara dugaan tipikor proyek backbone coastal surveilence system di Bakamla tahun 2016, KPK melalui biro hukum telah menerima surat panggilan dan siap menghadapi permohonan tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi awak media.
Dalam kasus ini, selain Rahardjo, penyidik KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya. Ketiga tersangka itu adalah Direktur Data Informasi Bakamla yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bambang Udoyo; Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan; dan Juli Amar Ma'ruf selaku Anggota Unit Layanan Pengadaan.Â
Kasus ini merupakan pengembangan kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla tahun 2016 yang menjerat sejumlah pihak termasuk Bambang Udoyo. Dalam kasus tersebut, Bambang Udoyo telah divonis hukuman penjara 4 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Tinggi Militer Jakarta.
Kasus ini bermula pada 2016. Saat itu terdapat usulan anggaran untuk pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp400 miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla.Â
Pada awalnya anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS belum dapat digunakan. Meski demikian, Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan.Â
Pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan Lelang Pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp399,8 miliar.
Selanjutnya, pada 16 September 2016 PT CMI Teknologi ditetapkan selaku pemenang dalam pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS. Dalam perjalanannya, pada awal Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan.
Meskipun anggaran yang ditetapkan Kementerian Keuangan untuk pengadaan ini kurang dari nilai Hasil Perhitungan Sendiri (HPS) pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang. ULP Bakamla justru melakukan negosiasi dalam bentuk Design Review Meeting (DRM) antara Bakamla dan PT CMI Teknologi terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan tersebut.Â
Negosiasi yang dilakukan adalah negosiasi biaya untuk menyesuaikan antara nilai pengadaan dengan nilai anggaran yang disetujui atau ditetapkan oleh Kementerian Keuangan serta negosiasi waktu pelaksanaan. Hasil negosiasi yaitu harga pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS menjadi sebesar Rp170,57 miliar dan waktu pelaksanaan dari 80 hari kalender menjadi 75 Â hari kalender.
Pada 18 Oktober 2016, kontrak pengadaan ditandatangani Bambang Udoyo selaku PPK dan Rahardjo Pratjihno selaku Dirut PT CMI Teknologi dengan nilai kontrak Rp170,57 miliar termasuk PPN. Kontrak tersebut anggarannya bersumber dari APBN-P TA 2016 dan berbentuk lump sum atau pembayaran yang dilakukan sekaligus dalam satu waktu.Â
Para tersangka diduga menggelembungkan harga yang menyebabkannya kerugian keuangan negara sekitar Rp54 miliar.Â
Ali menyatakan, proses penetapan Rahardjo Pratjihno sebagai tersangka telah sesuai aturan perundang-undangan. Hal itu akan dibuktikan KPK dalam proses persidangan praperadilan.Â
"KPK meyakini bahwa proses penyidikan dan penetapan tersangka atas diri pemohon telah sah berdasarkan hukum, kebenaran dan keadilan," kata Ali.
Â