Dolar AS Tembus Rp16.200, Gubernur BI: Berbeda dengan Krisis Moneter
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menengaskan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang telah menyentuh angka di atas Rp16.200 per dolar AS, berbeda dengan kondisi yang terjadi saat krisis pada 1998 maupun 2008.
Perry menegaskan, angka psikologis tersebut berbeda dengan kondisi saat krisis moneter karena fundamental ekonomi saat ini terjamin kuat. Masalahnya, kata dia, saat ini pelaku pasar hanya mengalami kepanikan terhadap wabah Virus Corona (Covid-19).
"Harap disadari, yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan 1998 dan 2008. Yang terjadi sekarang kepanikan seluruh pasar keuangan global, termasuk pemilik modal di seluruh dunia karena begitu cepatnya merebak virus ini," kata dia saat telekonferensi, Jumat 20 Maret 2020.
Covid-19, kata Perry, membuat para pelaku pasar keuangan melakukan aksi jual terhadap aset-aset keuangannya di berbagai negara, termasuk Indonesia. Mereka lebih memilih untuk mengalihkan aset-aset tersebut dalam bentuk tunai dolar Amerika Serikat.
Berdasarkan catatannya, aliran modal keluar atau capital outflow hingga 19 Februari 2020 mencapai Rp105,1 triliun. Itu terdiri dari aliran modal asing yang keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak Rp92,8 triliun, pasar saham Rp8,3 triliun dan sisanya dari obligasi korporasi.
"Dalam kondisi ini investor dan pelaku pasar global melepas semua asetnya yang mereka miliki apakah saham, apakah obligasi, emas, dan mereka menjual dalam dolar. Dalam konteks itu Indonesia juga terkena, kita tidak sendiri, seluruh negara mengalami hal sama," tegasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, hari ini, Jumat, 20 Maret 2020, rupiah rata-rata diperdagangkan di level Rp16.273 per dolar AS. Melemah 3,57 persen dari rata-rata perdagangan kemarin, Kamis, 19 Maret 2020 di posisi Rp15.712 per dolar AS.