Corona Hantui Industri Nasional, Stok Bahan Baku Siap Atau Tidak
VIVA – Pemerintah sudah menyiapkan strategi terkait penanganan dampak virus Corona Covid-19. Salah satunya di sektor industri dengan cara menekan disrupsi terhadap proses produksi, distribusi, dan rantai pasok.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang menjelaskan, langkah strategis yang dijalankan antara lain menjaga ketersediaan bahan baku. Hal ini penting untuk menjaga industri manufaktur dapat terus beroperasi secara berkelanjutan.
"Karena 30 persen bahan baku yang dibutuhkan oleh industri dalam negeri berasal dari China. Maka itu, pelaku industri nasional perlu melakukan corporate action untuk mencari negara-negara alternatif yang bisa memasok bahan baku bagi kebutuhannya masing-masing,” kata Agus dalam keterangannya, dikutip Minggu 15 Maret 2020.
Namun, Agus menambahkan pemerintah juga memahami terbatasnya alternatif sumber bahan baku industri. Terbatasnya ini membuat harga menjadi naik dan diperebutkan oleh industri-industri dari negara lain yang juga membutuhkan.
"Karena tidak hanya industri di Indonesia saja yang membutuhkan bahan baku itu, tetapi industri-industri lain di dunia juga mengalami masalah yang sama," ujarnya.
Karena itu, pemerintah kembali mengeluarkan stimulus ekonomi, yang meliputi stimulus fiskal dan nonfiskal. Tujuannya adalah untuk menjaga agar sektor industri tetap bergerak serta memacu daya beli masyarakat demi mendorong kinerja ekonomi nasional.
Stimulus fiskal yang diluncurkan yakni meliputi relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Pelonggaran pajak ini diberikan melalui skema Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100 persen, atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai Rp200 juta pada sektor industri pengolahan.
Hal itu ermasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor/KITE dan Kemudahan Impor Tujuan EksporIndustri Kecil dan Menengah/KITE IKM).
PPh 21 DTP tersebut diberikan selama enam bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020. Nilai besaran yang ditanggung pemerintah diperkirakan mencapai Rp8,60 triliun. Diharapkan, para pekerja di sektor industri pengolahan tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli.
Selanjutnya, relaksasi PPh 22 Impor yang diberikan kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE IKM. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor diberikan selama enam bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020, dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp8,15 triliun.
"Sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost atau biaya sehubungan perubahan negara asal impor," kata Agus.
Kemudian, relaksasi PPh 25 yang diberikan melalui skema pengurangan sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM selama 6 bulan. Hal ini terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp4,2 triliun.
Sebagaimana halnya relaksasi PPh Pasal 22 Impor, melalui kebijakan ini diharapkan industri memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost.
"Selain itu, ada juga upaya mengubah negara tujuan ekspor, sehingga diharapkan juga akan terjadi peningkatan ekspor," ujarnya.