Kisah Mantan Anggota Polri, dari Pecandu Narkoba Kini Jadi Konselor

VIVA – Menjelang pukul 12.00 WIB, ratusan pria berbaju koko dan bersandal jepit berduyun-duyun menuju musala, di Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN) Galih Pakuan Bogor, Jawa Barat, Jumat, 13 Maret 2020.

Kronologi Polisi Tembak Pelajar hingga Tewas di Semarang

Mereka bergegas memasuki musala. Sejurus kemudian, salat Jumat digelar. Usai salat, mereka hendak kembali ke tempatnya masing-masing. Namun, sebelum meninggalkan musala mereka berbaris. Pembina lantas meminta mereka untuk berhitung satu per satu secara bergantian. Mereka merupakan para pencandu Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif (Napza) yang sedang menjalani proses rehabilitasi sosial di lokasi tersebut.

VIVAnews dan dua wartawan lainnya mewawancarai salah satu dari mantan pecandu narkoba di sana. Sanca Hariadi, namanya. Pria 36 tahun itu kini menjadi konselor untuk para pencandu di tempat tersebut.

Usman Hamid: Banyak Anggota Polisi Resah, Dipaksa Buat Memenangkan Kandidat Tertentu di Pilkada

Sanca merupakan mantan anggota Polri. Dia bertugas di Korps Bhayagkara sejak awal 2004. Sepanjang karirnya, dia pernah bertugas di Polresta Banda Aceh dan di Polda Aceh.

Ketika menjadi anggota Polri, ia menggunakan barang haram narkoba jenis ganja dan sabu. "Jadi polisi 12 tahun. Menggunakan narkoba 8 tahun terakhir dari 2007 sampai 2015," katanya.

Presiden Prabowo Setuju Pemindahan Tahanan Terpidana Narkoba Bali Nine

Pria kelahiran Banda Aceh itu mengenal sabu ketika sudah menjadi anggota Polri. "Jalani dinas dua tahun ngabdi sebagai bintara muda kesatuan Polresta Tim Cobra mulai masuk Buser mulai kenal sabu-sabu," katanya.

Sanca mengaku mendapatkan barang haram sabu itu dari luar institusi kepolisian. Hingga akhirnya, dia dianggap sudah parah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Pucuk pimpinan di Polda setempat lantas memberhentikannya sebagai anggota Polri.

BRSKPN Galih Pakuan Bogor, Jabar.

"Atasan menegur saya terakhir kali 'udah enggak ada pertimbangan lagi buat kamu udah terlalu banyak masalahnya. Kamu memilih diberhentikan atau berhenti sendiri'," ujar Sanca mengingat perkataan atasannya saat itu. 

Dia lantas memutuskan untuk berhenti. "Saya mengambil sikap untuk berhenti sendiri karena saya juga terlalu banyak masalah di korps saya. Secara prosedur diberhentikan pada tahun 2015 dengan pangkat Briptu," ujarnya.

Ibunda tercinta lalu membawa Sanca ke tempat rehabilitasi Galih Pakuan Bogor ini. Namun, ketika awal masuk tempat rehabilitasi, Sanca sangat benci sekali lokasi ini.

"Awal datang ke sini dengan tekanan dan pemaksaan. Saat itu saya masih benci marah kepada ibu saya (dibawa) ke tempat ini. Di saat itu (dia di bawah) pengaruh zat (narkoba) yang ada hanya kebencian dan kemarahan," katanya.

Ketika masuk ke tempat rehabilitasi ini, April 2017 lalu, Sanca mendapatkan bimbingan dan nasihat dari konselornya. "Yang bisa membantumu cuma Tuhanmu. Gimana caranya bisa pulih ya kamu berserah kepada Tuhanmu," ujar Sanca menirukan ucapan konselornya.

Perkataan sang konselor menyentuh hati Sanca. Dia pun bertekad untuk berubah. Pada hari ketiga di tempat rehabilitasi, dia mulai menjalankan zikir, dari jam 11 malam hingga jam 2 dinihari. Sejak itu, dia tak pernah absen melakoni zikir malam.

Sanca memprioritaskan melakukan kegiatan spiritual. Dengan tekun dan fokus, dia menjalankan ibadah. Hingga akhirnya, Allah SWT memberikan petunjuk kesadaran kepada Sanca.  Dalam waktu satu pekan, dia telah menyadari kekeliruannya selama ini. 

"Faktor penguat saya cuma salat dan renungan di situ. Renungan itu ada semua, siapa saya, sudah sejauh apa kita sudah berbuat, siapa yang sudah dikecawakan, anak, istri, orangtua, ada semua di situ," ujarnya. 

Sanca Hariadi (kaus kuning), mantan pecandu narkoba yang kini jadi konselor.

Tak hanya itu. Sanca pun menerima nasihat dari orang lain guna membuka pikirannya. Hal yang lebih penting, menurut dia, niat dari diri sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. 

"Cepat atau lambatnya pemulihan seseorang itu kembali pada dirinya sendiri. Motivasi diri sendiri, bisa enggak memotivasi diri sendiri untuk berubah. Kalau panti rehab atau konselor semua penunjang doang karena perioritas dalam pemulihan diri sendiri," ujarnya. 

Menurut Sanca, dalam waktu seminggu itu, dia tidak lagi ketergantungan Napza. Sebab, dia sudah niat tak mau lagi mengonsumsi barang tersebut. Namun, keinginan Sanca untuk benar-benar lepas dari barang haram itu bukan tak ada rintangan. 

Dalam proses penyembuhan, godaan datang dari teman-teman yang sudah keluar dari tempat rehabilitasi. Mereka menghubungi dan mengajak Sanca untuk kembali mengonsumsi narkoba, tapi ia menolaknya. "Alhamdulillah enggak ada (keinginan konsumsi narkotika), itu kan prinsip kan pilihan kalau saya milih enggak ya enggak," ujarnya. 

Sanca menyadari, kesembuhannya tidak terlepas dari doa ibunya. Sang ibu terus mendoakan anaknya supaya bisa pulih dan terhindar dari obat-obat terlarang. "Saya bersyukur alhamdulillah ini petunjuk dari Allah SWT, ini doa dari ibu saya enggak  berhenti-henti berdoa kepada Allah tunjukan kepada saya ya mungkin ini jalannya," katanya.

Secara keseluruhan, proses rehabilitasi yang dijalani Sanca termasuk cepat. Dia melakoni program dasar selama 3,5 bulan. Dia lantas menekuni program untuk menjadi asisten staf konselor selama hampir dua tahun.

Usai itu, Sanca menawarkan diri kepada kepala balai rehabilitasi untuk mengabdi sebagai konselor di tempat ini. Akhirnya, awal tahun 2020 ia diangkat sebagai konselor hingga saat ini. Ia pun ditugaskan memberikan konseling kepada sepuluh orang pecandu Napza di lokasi tersebut, untuk dibina dan didik agar mereka sadar tidak terjerumus menggunakan barang haram lagi. 

Cara yang digunakan Sanca dalam menyadarkan para pecandu cukup sederhana. Dia lebih menekankan pembinaan melalui pendekatan spritual kepada Allah SWT. Bahkan, 75 persen bimbingan tersebut fokus kepada masalah spiritual, sebagaimana yang pernah ia jalaninya sebelumnya. 

"Kalau saya lebih prioritas ke spiritual. Karena bagi saya simpel, logika saja, kalau itu spiritual atau religi sudah mantap insya Allah mudah-mudahan yang lain akan menyusul benar dengan sendirinya," katanya.

Para pecandu harus menjalani program yang sudah ditentukan di tempat rehabilitasi itu.
Selama tiga bulan menjadi konselor, dia mengakui, belum ada para pecandu binaannya yang pulih. Namun, ketika menjadi asisten konselor, banyak para pecandu yang telah pulih dan pulang ke daerahnya masing-masing. 

Ilustrasi stop peredaran narkoba di diskotek

Sanca mengimbau kepada masyarakat luas, terutama kaum milenial untuk tidak coba-coba menggunakan narkoba. "Karena kalau sekali udah coba susah untuk keluar. Itu akan merugikan apapaun baik kesehatan, keluargamu, pendidikan, pekerjaanmu dan semua. Jangankan kau sentuh, kalau liat sudah hancur apalagi kau sentuh," ujarnya. 

Ia juga berpesan kepada para pecandu untuk tidak takut datang ke rehabilitasi. Menurut dia, banyak teman-teman yang menjadi pecandu bisa bangkit dan berkarya lagi dalam hidupnya. 

"Tapi sedikitnya sebelum mereka bangkit mereka sempat singgah di pantai rehabilitasi, silakan datang saja di sini, bukan tempat penjara, ini adalah sekolah menempa kembali pola perilaku kita yang sempat salah. Kembali menjadi manusia yang sebenarnya," katanya. 

Proses Rehabilitasi

Penyusun Program dan Anggaran BRSKPN Galih Pakuan Bogor, Lukman Fajar Suwardiana, mencatat ada 150 para pecandu narkotika yang saat ini sedang menjalani proses rehabilitasi di tempat ini. "Banyakan dari hasil tangkapan polisi tapi dirujuk ke sini," kata Lukman kepada VIVAnews

Sebanyak 40 persen dari para pecandu tersebut berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Selebihnya, mereka berasal dari Kalimantan, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Jawa Barat. 

Ia menjelaskan, awal para pecandu memasuki tempat ini dilakukan pendataan dan dilakukan komunikasi dengan orangtua yang bersangkutan. "Kemudian di-assessment untuk penggalian masalah untuk rencana intervensi dan sebagainya, dilakukan entry house selama dua minggu, sekaligus juga pemulihan kondisi fisik. Kita juga berikan tambahan, vitamin, dan sebagainya untuk mendukung fisik mereka," katanya. 

BRSKPN Galih Pakuan Bogor, Jabar.

Setelah proses assessment itu maka akan diberikan proses tahapan rehabilitasi terhadap para pecandu. "Kalau misalnya pecandu yang berat perubahan perilaku, dan kalau (pecandu) sedang atau ringan lebih ke perenungan mereka," katanya. 

Dalam menjalani rehabilitasi, ada yang begitu cepat pulih, ada juga yang lambat. Itu semua tergantung dari mereka yang menjalani masing-masing. "Itu dilakukan selama kurang lebih 3-5 bulan tergantung anaknya," ujarnya. 

Setelah mereka sadar dan menjalani proses rehabilitasi dengan baik maka nantinya mereka bisa kembali ke ke daerahnya masing-masing. "Ketika kita pulangkan komitmen mereka sudah sadar, menyadari kesalahannya berjanji tidak mengulang," ujarnya. 

Kendati begitu, kata dia, banyak para pecandu yang sudah pulih mengabdikan dirinya menjadi konselor di tempat BRSKPN Galih Pakuan Bogor, Jawa Barat. Tercatat, ada puluhan orang yang menjadi konselor di tempat ini. "Sekarang 20 orang (konselor), sebagian besar 75 persen para alumni," ujarnya. 

Para mantan pecandu mengabdikan diri sebagai konselor lantaran ingin membantu para pecandu yang menjalani proses rehabilitasi agar bisa sadar. "Mereka sudah dibantu sama Galih Pakuan, mereka punya hasrat utuk membantu orang. Kalau bahasa kasarnya, 'gue dimanusiakan di Galih Pakuan, gue menemukan hidup kembali di Galih Pakuan dan gue harus menolong orang lain'," ujarnya

Namun, menurut Lukman, dari 20 orang konselor ini belum menerima gaji dari pemerintah sejak awal tahun 2020 hingga saat ini. 

Menteri Sosial, Juliari P. Batubara.

Menteri Sosial Republik Indonesia, Juliari P Batubara menginginkan  agar fungsi rehabilitasi sosial di Kementerian Sosial lebih dominan. Dengan demikian, Kementerian Sosial tidak hanya dikenal dengan program sembako dan program keluarga harapan (PKH).

"Tapi di luar itu juga kita banyak program yang sangat diperlukan oleh masyarakat. Khususnya program-program rehabilitasi bagi orang-orang yang memiliki permasalahan sosial. Apakah disabilitas, Napza, anak, lansia," kata Juliari dalam acara Press Gathering, di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Jumat, 13 Maret 2020.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya