Dampak Covid-19, Rempah-rempah di Semarang Jadi Langka

Rempah-rempah di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVAnews/ Dwi Royanto.

VIVAnews - Diduga dampak dari penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia, sejumlah komoditas rempah seperti jahe dan temulawak di Kota Semarang, Jawa Tengah mengalami kelangkaan dan kenaikan harga. Itu terjadi karena rempah-rempah khas Indonesia yang disinyalir dapat menangkal serangan virus corona.

Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19

Pantauan VIVAnews di tiga pasar besar Semarang, seperti pasar Johar, Bulu dan Karangayu, komoditas rempah tersebut memang mengalami lonjakan harga. Pedagang mengaku kesulitan mendapatkan sejumlah kebutuhan pokok tersebut.

Yanti (48 tahun), salah satu pedagang rempah di Pasar Johar mengaku, sejak merebaknya virus Corona masuk ke Indonesia, barang dagangannya ramai diserbu pembeli. Ia menyebutkan sejak seminggu lalu kebutuhan rempah seperti jahe, jahe merah dan temulawak mengalami kelangkaan.

Jelajahi Keunikan Masakan Peranakan, Perpaduan Rempah dan Budaya yang Kaya

"Saya enggak tahu pastinya ya, tapi tiba-tiba kok pembeli ramai datang pas isu ada Corona. Yang biasanya beli cuma satu ons, sekarang banyak yang beli satu kilo bahkan ada yang dua sampai tiga kiloan," ujar Yanti saat ditemui VIVAnews, Kamis,12 Maret 2020.

Ramainya pembeli tersebut membuat stok dagangannya mengalami kekurangan, hal tersebut membuat harganya menjadi naik. Selain itu, ketersediaan dari produsen atau pengepul juga sangat minim.

Minuman Ini Terinspirasi dari Rempah dan Buah-buahan Indonesia

"Jahe emprit (jahe biasa) sebelumnya harganya kisaran Rp22 hingga 25 ribu, saat ini sudah 50 ribu per kilo, jahe merahpun sama harganya. Temulawak tadinya Rp5 ribu kini jadi Rp20 ribu. Sedangkan jeruk nipis yang harga biasanya Rp11 ribu kini harganya Rp20 ribu," kata Yanti.

Melonjaknya harga dan kelangkaan persediaan tersebut, juga dibenarkan Marto (57 tahun), salah satu penjual rempah di Pasar Karangayu. Ia mengatakan harga naik disebabkan karena peminat jahe dan temulawak semakin meluas setelah virus corona mewabah. Sebelumnya pembeli jahe dan temulawak sebatas penjual jamu.

"Tadinya, kalaupun ada konsumen yang membeli di luar itu, jumlahnya pun sedikit dan hanya untuk tambahan bumbu saja," katanya saat ditemui secara terpisah.

Sementara, bagi Mbah Jo (61 tahun) salah satu pedagang wedang rempah jahe di Semarang, kenaikan harga tersebut sedikit demi sedikit memang berdampak. Namun, ia mengaku hingga saat ini dia belum menaikan harga wedang jahenya.

"Saya jual masih normal. Per gelas untuk wedang jahe Rp8 ribu saja, tapi untuk kedepannya kalau harga masih mahal mungkin bisa naik. Apalagi sekarang yang nyetok jahe ke warung saya, stoknya dibatasi, kan tetep nanti berimbas," ujar Mbah Jo.

Warung Mbah Jo yang terletak di belakang kantor Provinsi Jawa Tengah tersebut, tepatnya di jalan Menteri Supeno I, sejak sepekan ini memang mengalami kenaikan omset dua kali lipat. Menurut Mbah Jo, biasanya ia menjual 150 gelas per hari, saat ini ia bisa menjual 250 hingga 300 gelas per hari.

"Ini efek dari isu Corona atau tidak, juga percaya atau tidak wedang jahe penangkal Corona, tapi wedang jahe bisa membuat badan lebih segar dan kuat," tutur pria yang sudah berjualan wedang rempah sejak 1996 silam.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya