Wali Kota Nonaktif Medan Didakwa Terima Suap Rp2,1 Miliar
VIVA – Wali Kota nonaktif Medan, Dzulmi Eldin, didakwa menerima suap senilai Rp2,1 miliar dari beberapa kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau pejabat eselon II Pemerintah Kota Medan. Demikian dikatakan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Iskandar Marwanto, dalam sidang perdana terdakwa Dzulmi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Kamis, 5 Maret 2020.
Di depan Ketua majelis hakim, Abdul Aziz, jaksa menilai perbuatan Dzulmi Eldin diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP
Jaksa menerangkan, Dzulmi Eldin menerima uang antara lain dari Isa Ansyari (Kepala Dinas PU), Benny Iskandar (Kadis Perkim), Suherman (Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah), Iswar S (Kadis Perhubungan), Abdul Johan (Sekretaris Dinas Pendidikan), Edwin Effendi (Kadis Kesehatan), Emilia Lubis (Kadis Ketahanan Pangan), Edliaty (Kadis Koperasi dan UKM), Muhammad Husni (Kadis Kebersihan dan Pertamanan), Agus Suryono (Kadis Pariwisata), Qomarul Fattah (Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu), dan Usma Polita Nasution (Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga).
Selain itu, dari Damikrot (Kadis Perdagangan), S Armansyah Lubis alias Bob (Kadis Lingkungan Hidup), Sofyan (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), Hanalore Simanjuntak (Kadis Ketenagakerjaan), Renward Parapat (Asisten Administrasi Umum), Khairunnisaa Mozasa (Kadis Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat) Rusdi Sinuraya (Dirut PD Pasar), Suryadi Panjaitan (Direktur RSUD Pirngadi), Zulkarnain (Kadis Kependudukan dan Pencatatan Sipil), Hasan Basri (Kadis Pendidikan), Khairul Syahnan (Asisten Ekbang), dan Ikhsar Risyad Marbun (Kadis Pertanian dan Perikanan).
Uang itu, lanjut Iskandar, diterima melalui Kepala Sub Bagian Protokol Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Medan Samsul Fitri.
"Padahal Dzulmi Eldin mengetahui atau patut menduga bahwa uang itu diberikan agar dia tetap mempertahankan jabatan para pemberi. Para kepala OPD yang diangkat terdakwa karena jabatannya memperoleh manfaat dari mengelola anggaran di satuan kerjanya masing-masing," kata Jaksa Iskandar.
Perkara ini berawal saat Dzulmi Eldin memberikan kepercayaan pada Samsul Fitri untuk mengelola anggaran kegiatan wali kota, baik yang ditampung pada APBD maupun nonbudgeter. Untuk memenuhi kebutuhan anggaran yang tidak ada dalam APBD tersebut, terdakwa memberikan arahan kepada Samsul Fitri untuk meminta uang kepada kepala OPD di Lingkungan Pemko Medan guna mencukupi kebutuhan tersebut, walaupun sebenarnya terdakwa mengetahui hal itu bertentangan dengan kewajibannya selaku wali kota.
Samsul Fitri menindaklanjuti arahan itu dengan meminta uang kepada para kepala OPD/pejabat eselon II. Salah satu permintaan itu terkait kebutuhan dana yang untuk menutupi kekurangan anggaran dalam perjalanan Dzulmi Eldin menghadiri undangan perayaan peringatan 30 tahun “Program Sister City” di Kota Ichikawa, Jepang, pada 15-18 Juli 2019. Dalam kunjungan ini, Dzulmi Eldin membawa istri dan dua anaknya. Sejumlah kepala OPD juga ikut serta.
"Total dibutuhkan Rp1,5 miliar untuk dana akomodasi kunjungan ke Jepang itu. Sementara APBD Kota Medan hanya mengalokasikan Rp500 juta. Permintaan dana, termasuk untuk kunjungan ke Jepang itu, dituruti para kepala OPD atau pejabat eselon II Pemkot Medan. Bahwa perbuatan terdakwa melalui Samsul Fitri yang beberapa kali menerima uang secara bertahap sehingga keseluruhannya berjumlah Rp2.155.000.000 atau sekira sejumlah itu," kata Iskandar.
Usai mendengarkan dakwaan jaksa, Dzulmi Eldin beserta penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan tersebut. Salah satu kuasa hukum dari Dzulmi Eldin, Junaidi Matondang mengatakan pihaknya masih harus mempelajari surat dakwaan tersebut.
"Kami akan mempelajari surat dakwaan itu tersebut apakah sudah memenuhi prinsip kecermatan dalam satu surat dakwaan itu. Karena harus jelas, cermat, dan ringkas. Kami melihat ada absurditas dari surat dakwaan itu tentang keterangan saksi yang menjadi bahan surat dakwaan itu," ujarnya.
Perkara ini merupakan buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wali Medan Dzulmi Eldin dkk, Selasa, 15 Oktober 2019 lalu. Dzulmi Eldin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Ansyari, dan Samsul Fitri dijadikan sebagai tersangka. Isa sendiri telah divonis hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. (ase)