Peristiwa Penembakan Paniai Disebut Bukan Pelanggaran HAM Berat
- Istimewa.
VIVAnews - Koordinator Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI), Azmi Hidzaqi, tidak setuju kasus penembakan di Paniai, Papua, disebut sebagai pelanggaran HAM berat. Mereka tidak sependapat dengan keputusan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
"Peristiwanya memang ada. Tapi itu bukan pelanggaran HAM berat menurut kami," ujar Azmi dalam keterangan persnya, Rabu, 4 Maret 2020.
Azmi beralasan tidak ada unsur kesengajaan dan perencanaan dari negara dalam peristiwa penembakan di Paniai, Papua, yang terjadi pada 2014 silam. Tapi, Komnas HAM memasukkan peristiwa itu pada kategori pelanggaran HAM berat.
"Jangan ada penggiringan opini dari Komnas HAM. Tapi itu boleh-boleh saja. Cuma kan hasil penyelidikan Polda Papua juga sudah selesai dan sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung," katanya.
Azmi menyampaikan Komnas HAM tidak perlu memaksakan hasil kajian dan penyelidikannya dalam tragedi "Paniai Berdarah" sebagai pelanggaran HAM berat. Peristiwa penembakan di Paniai dikatakan Komnas HAM menyebabkan 4 orang warga sipil meninggal dunia dan 21 orang luka tusuk.
Namun demikian, Azmi menilai peristiwa tersebut tidak termasuk pelanggaran HAM berat karena tidak ada unsur kesengajaan dan perencanaan sistematis dari negara. Dia menyayangkan rekomendasi Komnas HAM tersebut.
"Karena memang kategori di Paniai itu bukan pelanggaran HAM berat. Kalau pelanggaran HAM berat itu kategorinya negara senagaja melakukan pembantaian massal. Tapi di Paniai itu kan tidak," kata dia.
Azmi berharap Komnas HAM bisa menahan diri dan tidak memainkan opini menjelang pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua. Dia ingin ada kondisi yang damai menjelang PON 2020 yang akan dilaksanakan di Papua tersebut.
"Kalau ini terus-terusan ramai khawatirnya dunia internasional menyorot kondisi di Papua. Kita coba menghindari situasi keamanan dalam negeri tidak disorot oleh dunia internasional," katanya.
Komnas HAM menyebut peristiwa "Paniai Berdarah" masuk kategori pelanggaran HAM berat dan rekomendasi sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung. Namun, Kejaksaan Agung menilai rekomendasi Komnas HAM tersebut belum memenuhi syarat formil dan materiil untuk dinyatakan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.