Menag Minta Sentimen Berbau SARA Tak Ganggu Indonesia
- Anwar Sadat
VIVA – Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi meminta agar tidak ada lagi sentimen berbau SARA yang mengganggu kehidupan sosial di Indonesia. Fachrul menyerukan itu saat membuka Rapat Kerja Nasional Ditjen Bimas Islam 2020 di Gedung Kementerian Agama RI, Jakarta Pusat, Senin 2 Maret 2020.
Fachrul mengatakan, kerukunan dan toleransi saat ini merupakan modal penting pembangunan bangsa. Karena itu, sentimen berbau SARA harus dihilangkan. Selaras itu, moderasi beragama bisa menjadi fokus perhatian Kemenag di tahun 2020.
"Saya kira ini pilihan tepat. Dakwah misalnya. Angkat ayat-ayat untuk saling moderasi yang paling gampang Tuhan menciptakan kita berbeda-beda. Tujuan Tuhan menciptakan kita untuk saling mengenal atau hadis misalnya kepemimpinan Rasulullah, beliau menerapkan aturan yang bersikap adil," kata Fachrul dalam sambutannya.
Fachrul mengambil contoh di Arab Saudi yang telah melakukan banyak hal, yang arahnya senada moderasi beragama. Di antaranya membebaskan visa untuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris serta membangun kota perekonomian yang akan dijadikan pusat ekonomi yang moderat.
"Saudi Arabia tempat dilahirkan nabi melakukan moderasi beragama. Sebagai contoh membebaskan visa untuk Amerika, Eropa, Inggris, bisa masuk tanpa visa. Membentuk sebuah kota yang akan jadi kota bisnis namanya kota neo akan undang semua negara untuk berbisnis. Bergaul dengan baik maka Islam adalah rahmat untuk alam semesta," ujarnya.
Sementata itu, Direktur Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama, Muhammadiyah Amin, menuturkan Rakernas ini mengambil tema "Pengarusutamaan Gerakan Moderasi Beragama di Indonesia Melalui Pendekatan Dakwah, Budaya dan Pemberdayaan Ekonomi Umat".
Dia juga mengingatkan bahwa pembangunan bangsa tidak akan berjalan baik jika kerukunan dan toleransi umat tidak terjaga. Karena renggangnya hubungan antarelemen dalam struktur masyarakat dapat menciptakan persoalan serius dalam perdamaian antarumat beragama di Tanah Air.
Kementerian Agama, lanjut Amin, melihat penguatan moderasi beragama sebagai hal strategis. Sebab, dalam kehidupan beragama dan sekaligus bernegara, sikap ekstrem, baik kanan maupun kiri, apalagi intoleran sangat berbahaya dan mengancam persatuan.
Sikap radikal biasanya dimulai dari sekadar tidak suka atau tidak menghargai, bahkan membenci kelompok-kelompok yang lain. Maka dari itu, kata Amin, rasa toleransi harus ditingkatkan dalam diri seorang warga negara. "Moderasi dan toleransi harus terus diperkuat. Jika tidak, akan muncul intoleransi yang merupakan tahapan dini dari radikalisme yang pada tingkat lanjut dapat berbuah terorisme," imbuhnya.