Penetapan Nurhadi Sebagai Tersangka Disebut Sarat Kejanggalan
- VIVA.co.id/ Edwin Firdaus.
VIVAnews - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, menilai penetapan tersangka terhadap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sarat kejanggalan. Alasannya, KPK sudah bertahun-tahun tidak mempunyai bukti kuat mengenai Nurhadi.
"Sesungguhnya yang paling penting, KPK wajib membuktikan perbuatan yang dilakukan oleh Nurhadi yang dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana suap. KPK sudah bertahun-tahun tidak memperoleh bukti perbuatan Nurhadi yang sebagai perbuatan Tipikor," kata Mudzakir saat dihubungi wartawan, Selasa, 25 Febuari 2020.
Mudzakir mengatakan kejanggalan diperkuat fakta bahwa penetapan Nurhadi dilakukan sebelum Agus Rahardjo Cs menyelesaikan tugas di KPK.
"Tiba-tiba empat hari jelang serah terima jabatan KPK kepada pengurus baru, KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka. Nah, komisioner baru tersebut seharusnya mempelajari lagi bukti yang diajukan oleh komisioner sebelumnya agar tidak menjadi bola panas dan kegagalan membuktikan Tipikor Nurhadi," kata Mudzakir.
Mudzakir pun menyoroti soal daftar pencarian orang atas nama Nurhadi. Menurutnya, hal itu juga sarat kejanggalan.
Terkait bisnis menantunya Rezky Herbiyono dengan Nurhadi, dia menyebut bukanlah tindak pidana. Sebab, tidak ada larangan soal bisnis keluarga terhadap jabatan para penegak hukum.
"Tidak dapat ditafsirkan secara asumsi sebagai Tipikor suap. Memang ada larangan dalam hukum menantu pejabat, hakim, komisioner KPK untuk melakukan hubungan hukum bisnis? Sekali lagi, KPK harus bisa buktikan perbuatan Nurhadi yang mana sebagai Tipikor disertai dengan alat bukti yang sah baik perolehannya atau kualitas dan kuantitasnya," ujarnya.
KPK memasukan tiga nama dalam DPO atas kasus suap dan gratifikasi penguruaan perkara di MA. Mereka adalah Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto. KPK menerbitkan DPO setelah ketiganya berkali-kali tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK.