Kasus Jiwasraya Berdampak ke Industri Asuransi? Ini Kata Pelaku Usaha
- vivanews/Andry Daud
VIVA – Pelaku industri asuransi yakin kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya tak akan memengaruhi kinerja industri asuransi jiwa. Hingga Januari 2020 gagal bayar Jiwasraya diketahui telah mencapai Rp16 triliun.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sebelumnya juga menyampaikan bahwa kasus tersebut tidak mewakili industri asuransi jiwa secara keseluruhan.
"Dampak kasus Jiwasraya hanya sementara. Dengan upaya yang sedang dan akan dilakukan OJK, AAJI dan masing-masing perusahaan asuransi jiwa, kondisi akan membaik dan tetap bisa tumbuh tahun ini," ungkap Direktur Utama Bhinneka Life, Wiroyo Karsono lewat keterangan tertulis, Jumat, 21 Februari 2020.
Dia juga meyakini itu sejalan dengan pertumbuhan kinerja industri asuransi yang tetap positif di 2019. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang tahun 2019 premi asuransi komersial yang dikumpulkan mencapai Rp281,2 triliun atau tumbuh 8 persen secara tahunan atau yoy. Itu dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp179,1 triliun atau tumbuh 4,1 persen yoy serta premi asuransi umum/reasuransi sebesar Rp102,1 triliun.
Hal ini didukung permodalan industri asuransi yang terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 345,35 persen dan 789,37 persen, lebih tinggi dari threshold 120 persen.
Sedangkan aset industri asuransi yaitu asuransi jiwa, asuransi umum, reasuransi dan asuransi wajib juga tumbuh positif 5,91 persen yoy dari Rp862,8 triliun pada 2018 menjadi Rp913,8 triliun pada Desember 2019. Jika ditambah dengan BPJS maka disebut akan menjadi Rp1.370,4 triliun. Sementara, nilai aset asuransi Jiwasraya tercatat sebesar Rp22,03 triliun atau hanya sekitar 1,6 persen dari total aset industri asuransi.
Ke depan, dia menilai kolaborasi antara semua pihak baik pelaku usaha, pemerintah, asosiasi dan regulator menjadi hal penting agar kasus serupa tidak berulang kembali. Untuk itu, Wiroyo pun mendukung upaya regulator dalam mempercepat reformasi Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
"Mendukung penuh, pasti tujuannya meningkatkan kepercayaan dan minat masyarakat terhadap produk asuransi jiwa, yg memang sgt penting bagi tiap keluarga. Dan untuk perlindungan nasabah, antara lain pembentukan Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP)," ungkapnya.
Sementara itu, Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim juga mengapresiasi langkah OJK untuk melakukan reformasi IKNB. Bahkan, kalau bisa reformasi IKNB ini dapat diselesaikan tahun ini.
"Saya setuju kalau OJK untuk reformasi non bank secepatnya. Reformasi IKNB harus dipercepat kalau perlu dalam setahun ini selesai semua aturan. Mungkin (aturan) dari perbankan bisa langsung didesain, bisa diimplementasikan," jelasnya.
Untuk diketahui OJK sejak 2018 telah melakukan reformasi di bidang IKNB yang meliputi reformasi pengaturan dan pengawasan, reformasi institusi dan reformasi infrastruktur. Rencananya reformasi IKNB akan rampung pada 2022.