Kisah Adik Trio Bom Bali I 'Berperang' Lawan Radikalisasi
- bbc
Salah satu mantan napiter yang ditemui BBC News Indonesia di Tenggulun adalah Sumarno. Ia membuka biro perjalanan umrah dan haji bersama seorang temannya.
Usaha yang menurut Sumarno pada awalnya "cukup menantang" karena jemaah menjauh begitu mengetahui pemandu umrah mereka adalah mantan terpidana terorisme.
"Saat awal merintis, tak berani saya menyebutkan asal saya. Ketika bertemu dengan klien, terus saya ditanya, saya dari Solokuro (Tenggulun), langsung otomatis, Solokuro tempatnya pelaku Bom Bali, teroris," cerita Sumarno.
Ia terlibat dalam tindak terorisme karena mengirim bahan peledak tiga kali ke Bali untuk bom pada Oktober 2002 serta menyimpan senjata kelompok Jemaah Islamiyah.
Atas aksinya ini, Sumarno mendekam tiga tahun di Lapas Lamongan.
Ia juga menyebut pertemuan dengan korban merupakan salah satu yang "memukulnya" dan meninggalkan aksi teror.
Sempat dijauhi jemaah umroh karena masa lalunya, sampai akhirnya setelah beberapa tahun ia mencoba terus terang dan mendapatkan kepercayaan kembali.
"Saya terus terang, bahwa saya ini adalah keponakan terpidana mati Ali Gufron, Amrozi dan jadi pembimbing dalam ibadah ini ... saya mengakui pernah ikut-ikutan dan insyallah bisa menyembuhkan orang yang terkena penyakit seperti itu," cerita Sumarno.
"Hanya perlu menarik pelatuk"
Ketika ditanya kelompok mana yang lebih cepat dalam merekrut dalam kondisi sekarang, Ali mengatakan, "Fakta di lapangan kelompok yang mengusung radikalisasi yang menang, hanya perlu narik trigger (pelatuk), ada banyak yang bisa direkrut, sementara proses deradikalisasi butuh waktu yang jauh lebih lama."
Ia menyebut upaya "komprehensif pemerintah dan swasta" agar deradikalisasi menjadi pemenang.
"Apalagi rekrutmen bisa lewat Facebook, Instagram, Whatsapp, tentu lebih memudahkan. Tapi upaya deradikalisasi dilakukan secara terstruktur, masyarakat dilibatkan, saya yakin dengan masyarakat dilibatkan, group deradikalisasi bisa memenangkan itu," katanya lagi.
Namun Ali juga menyebut tak banyak orang yang "siap menjadi Ali Fauzi karena tantangan, ancaman cukup kuat, bukan hanya ancaman verbal, ancaman pembunuhan selalu ada. Tapi jujur, saya tidak takut, karena apa yang saya lakukan sekarang, saya bagian dari perbuatan baik. Toh, kemudian saya pun harus mati, saya ikhlas dan rela".