Logo BBC

Kisah Adik Trio Bom Bali I 'Berperang' Lawan Radikalisasi

Ali Fauzi, satu dari empat bersaudara yang pernah terlibat dalam terorisme. - BBC
Ali Fauzi, satu dari empat bersaudara yang pernah terlibat dalam terorisme. - BBC
Sumber :
  • bbc

"Ada kata-kata seperti petir, saya Islam, beliau Katolik, belum tentu saya bisa seperti itu"

Satu layar lebar dipasang di sisi panggung dan ditampilkan foto-foto dan video pengeboman.

Mata sebagian napiter berkaca-kaca mendengar kisah korban pengeboman, yang tak hanya mengalami cedera fisik dan trauma namun juga kehilangan pekerjaan.

Ali Fauzi menyebut pertemuan dengan korban terorisme merupakan salah satu hal yang "menghancurkan keegoisannya" dan "membuka hatinya" setelah melihat sendiri begitu besar dan tragisnya dampak serangan teror terhadap korban dan keluarga.

"Ada kata-kata seperti petir. Meski kaki saya buntung, saya memaafkan mas Ali dan kawan-kawan. Saya Islam, beliau Katolik. Belum tentu kalau posisi saya seperti pak Max, saya bisa seperti itu," cerita Ali tentang pengalaman pribadi yang ia terapkan untuk mantan kombatan dan narapidana terorisme lain.

"Tumpah air mata, hancur lebur hati saya. Efek bom begitu menyakitkan, bukan luka beberapa hari, tapi terus sampai akhir hayat ... ini semakin menguatkan cita-cita untuk mengubah saya, dari duta perang menjadi duta perdamaian," tambahnya.

Ia menyebut nama Max Boon, warga Belanda yang menjadi korban bom hotel Marriott Jakarta pada Juli 2009. Ia luka parah, kehilangan dua kakinya, rusak gendang telinga dan mengalami luka bakar 70%.

Perlakuan polisi terhadapnya merupakan satu hal lain yang disebut Ali Fauzi membantunya meninggalkan kekerasan.

Ali tak terlibat langsung dengan perakitan Bom Bali namun banyak memberikan pelatihan di sejumlah daerah konflik pada awal tahun 2000-an, termasuk Ambon dan Poso.

Ali mendekam selama sembilan bulan di penjara, pengalaman yang menurutnya menentukan pilihannya.

"Saya diperlakukan sangat manusiawi, andaikata polisi menyiksa saya, mungkin tujuh turunan akan menabuh perang dengan pemerintah Indonesia," cerita Ali setelah ia ditahan bersama puluhan anggota Jemaah Islamiyah lain di Malaysia.

"Dulu ketemu polisi saya ucapkan Innalilahi karena begitu benci, karena ajaran kebencian diajarkan mereka adalah togut atau setan, tapi fakta di lapangan berbeda."

Ancaman terbesar dari mantan kawan