Kisah Adik Trio Bom Bali I 'Berperang' Lawan Radikalisasi
- bbc
Seorang pembuat bom dan adik dari trio pelaku Bom Bali 1, mengatakan langkah merekrut teroris jauh lebih mudah dibandingkan upaya deradikalisasi yang tengah dijalankannya melalui kantor di desa asal mereka, Tenggulun, Jawa Timur.
Ali Fauzi, pembuat bom dalam kelompok Jemaah Islamiyah, yang menjalani pelatihan militer di Filipina Selatan pada pertengahan 1990-an, menjadikan Desa Tenggulun di Kabupaten Lamongan sebagai tempat transit para mantan narapidana terorisme (napiter), untuk meninggalkan kekerasan.
Tenggulun, desa asal trio kakak beradik pelaku Bom Bali 1, pernah menjadi tempat penyimpanan sekitar 13 ton bahan peledak, yang digunakan Jemaah Islamiyah dalam berbagai serangan teror di Indonesia mulai tahun 2000-2009.
Kakak beradik di balik Bom Bali 1, Amrozi dan Ali Gufron alias Mukhlas dieksekusi pada 2008, sementara Ali Imron menjalani hukuman seumur hidup.
Ali Fauzi mengatakan deradikalisasi yang ia lakukan bersama teman-temannya sekitar empat tahun terakhir berjalan lebih pelan dibandingkan dengan kemunculan pelaku-pelaku teror lain, termasuk Jamaah Anshorut Daulah (JAD), yang terkait dengan kelompok yang menyebut diri Negara Islam atau ISIS.
Anggota JAD dituding berada di balik sejumlah serangan termasuk pemboman gereja Surabaya pada Mei 2018, serangan kantor polisi di Medan November lalu, dan yang terakhir penusukan terhadap mantan Menko Polhukam Wiranto.
Ali menyebut di seputar tempat tinggalnya, Pantai Utara Jawa, Jawa Timur saja, "ada puluhan orang yang berangkat ke Suriah dan Irak" sementara penangkapan anggota terkait JAD, masih terus berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Ia mengatakan "selama masih ada rekrutmen dan pelatihan, pasti ada aksi, perekrutan yang menurutnya berjalan jauh lebih cepat dibandingkan upaya deradikalisasi".
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menunjukkan saat ini terdapat sekitar 600 orang mantan narapidana terorisme di Indonesia, dengan ratusan anggota keluarga mereka, termasuk anak istri, yang diperkirakan juga dapat terpapar radikalisme.
Sementara dalam empat tahun terakhir, mantan napiter yang dirangkul Ali Fauzi melalui Yayasan Lingkar Perdamaian yang dipimpinnya masih di bawah 100 orang, termasuk mereka yang ditahan karena keterkaitan dengan JAD.
Ali Fauzi di penjara Lamongan, salah satu penjara yang dikunjunginya untuk program deradikalisasi para napiter. - BBC
Ali mengatakan ia menggunakan pengalaman pribadinya meninggalkan kekerasan untuk membujuk para mantan napiter sampai apa yang disebutnya "mereka meninggalkan pemikiran destruktif".
Ia mengatakan perjalanannya mengikuti Jemaah Islamiyah - setelah mendapatkan surat dari sang kakak yang telah bertahun-tahun di Afghanistan - sampai kemudian menyadari apa yang dilakukan salah merupakan proses panjang.