Green Citayam City Digusur, Akan Dibangun Perumahan TNI-Polri
- VIVAnews/Muhammad AR
VIVA – Eksekusi sekitar 3000 rumah dan ruko di Perumahan Gran Citayam City tidak hanya atas putusan Mahkamah Agung. Rumah yang sudah dihuni ratusan kepala keluarga ini akan digusur karena melanggar Perda tidak mengantongi IMB oleh Sat Pol PP Kabupaten Bogor.
"Bukan hanya eksekusi atas Putusan MA yang menyatakan lahan tersebut milik PT Tjitajam namun melanggar hukum administratif, dalam hal ini Perda Kabupaten Bogor karena perumahan tersebut ilegal tidak memiliki IMB, Satpol PP akan melakukan penggusuran terlepas dari adannya eksekusi Pengadilan," kata kuasa hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak kepada VIVAnews, Rabu 19 Februari 2020.
Reynold mengatakan, putusan MA tegas mengatakan bahwa 'PT Tjitajam yang sah menurut hukum adalah PT Tjitajam dengan Susunan Pengurus Direktur Rotendi dan Komisaris Jahja Komar Hidajat, Pemegang Saham: PT Suryamega Cakrawala 2.250 Lembar Saham, Jahja Komar Hidajat 250 Lembar Saham, karena itu berhak atas tanah objek sengketa'.
"Permintaan PT Tjitajam agar diratakan perumahan tersebut sekalipun dalam putusan MA, tanah dan bangunan punya PT Tjitajam, namun gentle bahwa kami tidak punya keringat uang atas bangunan itu, jadi diratakan saja. Ke depannya kami berencana sudah ada kajian untuk dibangun perumahan TNI dan Polri, pasca eksekusi," kata Reynold.
Terpisah, pasangan suami istri yang juga konsumen perumahan Green Citayam City, Yus Sudarso (35) dan Tri Armida Siregar (33), yang sehari-hari tinggal di rumah kontrakan, harus mengubur dalam-dalam keinginannya memiliki rumah di Green Citayam City.
Setelah bertahun-tahun menabung untuk memiliki rumah, kini nasib mereka tak mendapat kejelasan jelang penggusuran ribuan rumah di perumahan tersebut.
"Kita belum menempatkan rumah tetapi untuk DP sudah masuk tahun 2015, 19,5 juta, kalau uangnya lebih banyak keluar akan lebih parah nanti," kata Yus salah seorang konsumen Green Citayam City jelang eksekusi saat membuka pembicaraan saat diwawancarai VIVAnews.
Yus yang sehari-hari berjualan sendal dan sepatu ini mengaku mengumpulkan uang dari hasil jerih payahnya berjualan untuk menyicil rumah. Awalnya, tahun 2015 Yus dan istri berniat menyicil rumah perumahaan GCC.
Kabar perumahan murah bersubsisi berlabel subsidi pemerintahan Joko Widodo ini diberitahu oleh saudarannya dengan harga cash Rp140 juta, untuk tipe 27/84 dengan cicilan Rp900 ribu.
"Saudara juga mengambil rumah di sana. Saya masuk booking Rp2,5 juta terus DP Rp 17 juta," katannya.
Lima tahun berjalan, kata Yus, dia belum mendapat kabar proses selanjutnya. Bahkan hanya selalu dijanjikan akad.
"Jadi belum akad sampai sekarang. Kemarin malah minta dibayarin uang hook 24 juta untuk 12 meter. Saya tidak mau bayar karena sebelum ada keputusan tanah ini benar milik siapa, kalau benar kepemilikannya, sudah akad, saya baru mau bayar," imbuh Yus.
Banyak prosedur pembiayaan yang ganjil, menurut Yus, pihak developer sempat menjanjikan surat dan IMB akan menyusul. Namun setelah dia dan istrinya mencari tahu baru-baru ini ternyata perumahan tersebut bermasalah.
"Awalnya kita tidak tahu, tetapi setelah ini kami tahu. Ya mereka maunya proses biaya ya cara dia saja, mau bagaimana lagi, kami dirugikan, kami ingin uang dikembalikan dari pihak GCC," katanya.
Yus menambahkan, banyak konsumen yang senasib dengannya, bahkan sebagian sudah menempati rumah.
Sang Istri Tri Armida Siregar, mengaku selama ini keluargannya mengontrak sembark menunggu kabar dari GCC. Namun harapannya pupus setelah rumah impiannya akan segera dieksekusi.
"Kami waktu itu mau karena saking butuh rumah, selama ini kami mengontrak. Sekarang saya minta kembalikan karena suami saya sudah tidak kerja tetap, minta kembali uang. Kita sudah tidak punya gaji tetap," katanya.