Ridwan Saidi Jelaskan Kontroversi Galuh Artinya Brutal

Sejarawan Ridwan Saidi dalam acara di tvOne.
Sumber :
  • Youtube Talk Show tvOne.

VIVAnews - Sejarawan Ridwan Saidi membuat kontroversi. Dia menyebut tidak ada kerajaan Galuh di Ciamis. Dan mengatakan Galuh artinya adalah brutal.

Pernyataan itu membuat sejumlah warga Ciamis protes. Mereka bahkan mengancam akan melaporkan Ridwan Saidi ke polisi.

"Itu dari kamus Armenia-English akhir abad ke-19. Artinya," kata Ridwan Saidi dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, di tvOne, Minggu, 16 Februari 2020.

Sejarah Radio di Indonesia Tertulis Abadi dalam Buku Radio Melintas Zaman

Ridwan menuturkan alasannya. Dia mengatakan orang-orang Kaukasia yaitu Samarkan, Tasken yang migran ke wilayah di Nusantara pada abad 8-9, itu berbahasa Armenia. Di samping itu juga orang-orang dari Asia Barat. Mereka membawa aksara Nabatain.

"Aksara Nabatain itu digunakan pada prasasti di Kebon Raya Bogor, juga pada prasasti di Cikapundung, kan nggak bisa diterjemahkan sampai hari ini prasasti itu karena aksara nggak dikenali," ujarnya lagi.

Ida Fauziyah Dorong Festival Bongsang Jadi Magnet Wisatawan ke Jakarta

Ridwan mengatakan dalam mempelajari sejarah, linguistik tidak bisa diabaikan. Jika kutipannya terhadap kamus itu salah, atau tidak mengenakkan, dia berkali-kali di media sudah meminta maaf.

"Kalau yang saya hidangkan itu membuat ketidakenakan dan gaduh, saya juga minta maaf berkali-kali," katanya.

Menurut Ridwan, ini adalah soal perbincangan. Dia menyampaikan umurnya dipersoalkan karena sudah tua, 77 tahun. Dia membandingkan dengan Emil Salim 88, Profesor Andi Hamzah 84, yang sampai saat ini masih sering berbicara di media atau acara publik.

"Apa nggak boleh beliau ditampilkan untuk bicara? Nah itu saya kira tidak relevan," katanya.

Lalu, katanya, kuliahnya juga dipersoalkan. Dia menuturkan HJ de Graaf yang dibanggakan oleh Sejarawan Indonesia adalah seorang teolog bukan historian.

"Jadi karena itu di sini, kita harus melihat Indonesia sebagai sejarah yang utuh. Jadi jangan memperlakukan otda, otonomi daerah dalam meninjau sejarah," katanya.

"Jadi misalnya Jakarta dan Betawi itu hanya orang Jakarta dan Betawi saja yang boleh ngomong, yang lain tidak boleh. Siapapun boleh. Kita lihat Profesor Lance Castles dari Australia, itu membuat tulisan yang mengatakan bahwa Betawi keturunan Budak, tidak satu pun orang Betawi yang marah," katanya.

Ridwan mengatakan orang Betawi justru berusaha mendatangkan Lance Castles dalam suatu forum perdebatan, diskusi, tahun 2001. Waktu itu, dia yang menghadapi Lance Castles.

"Nggak ada yang marah. Itu sangat sensitif," tuturnya.

Ridwan menambahkan dia sudah melakukan komunikasi dengan pemda sejak tiga hari yang lalu. Dia juga siap ke Ciamis.

"Saya juga dititipkan pesan agar kiranya pihak ILC mengangkat persoalan ini dalam topik ILC," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya