Heboh Tarian Telanjang, Pemilik Kelab Mengaku Tak Tahu
- VIVAnews/Satria Zulfikar
VIVA – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat telah menangkap dua partner song dan satu terduga germo di Metzo Executive Club & Karaoke di Senggigi, Lombok Barat, lantaran praktik penari telanjang. Anehnya, pemilik kelab itu mengaku tak tahu.
Pelaku DA alias PD (43 tahun) asal Cilegon, Banten, telah diamankan pihak kepolisian karena memberikan fasilitas khusus kepada pengunjung kelab untuk menikmati tarian tanpa busana yang dilakukan oleh partner song (PS). Dia diduga menjadi germonya.
Pemilik Metzo, Ni Ketut Wolini, memberikan klarifikasi soal penggerebekan tarian telanjang tersebut. Dia mengatakan tidak mengetahui adanya praktik asusila di Metzo.
"Saya memang owner Metzo, dengan kejadian itu kami sama sekali tidak tahu dan tidak memberikan hal-hal yang melanggar hukum kepada karyawan kami. Perusahaan kami di Metzo sudah ada rambu-rambu tidak boleh melanggar hukum, tetapi kalau ada yang melanggar sama sekali kami tidak tahu," katanya di Mataram, Kamis, 13 Februari 2020.
Dia menjelaskan, jika ada karyawan yang melanggar aturan perusahaan, seperti perbuatan asusila, pekerja di bawah umur, BO (booking out) dan narkoba, maka akan diberikan sanksi tegas berupa pemecatan. "Kami berikan sanksi pemecatan dan sebagainya," ujarnya.
Ia meminta publik untuk tidak buru-buru menghakimi dirinya. Karena praktik tarian tanpa busana itu di luar sepengetahuannya.
"Kasus ini sudah masuk ranah hukum, mari kita hormati, jangan sampai memvonis kami. Karena kami sama sekali tidak memperbolehkan hal operasional yang sifatnya melawan hukum," katanya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB ini mengatakan relasinya sebagai pemilik dengan PS sangat jauh. Pemilik hanya berhubungan bisnis dengan manajer. Kemudian manajer punya hubungan bisnis dengan pihak penyedia PS. Sehingga dia mengatakan tidak tahu lebih jauh jika praktik asusila terjadi di Metzo.
Selain itu, Wolini mengatakan praktik asusila di ruangan sulit diketahui, karena memang room memiliki privasi atau tidak terbuka. "Orang berkaraoke di ruangan tertutup dan tidak mungkin manajer keluar masuk ruangan," ujarnya.
Belakangan ini beberapa pihak meminta dia mundur dari jabatan Ketua PHRI karena kasus tersebut. Wolini meminta kasus tersebut tidak dikaitkan dengan PHRI. Karena antara PHRI dengan kasus penari tanpa busana tidak memiliki hubungan.