Logo BBC

Memprihatinkan, Murid SD Bersekolah di Gedung Bobrok

Murid SD Negeri Kamulyaan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat tengah belajar Bahasa Sunda, Selasa (04/02). - BBC Indonesia/Raja Eben
Murid SD Negeri Kamulyaan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat tengah belajar Bahasa Sunda, Selasa (04/02). - BBC Indonesia/Raja Eben
Sumber :
  • bbc

Operator SD tersebut Nosan Setiawan mengatakan pihak sekolah dan masyarakat tidak dilibatkan saat renovasi tahun 2013.

"Renovasi cuma atap dan pengecetan saja. Lantai juga tidak semua direnovasi karena memang waktu itu anggarannya begitu, ya tidak tahu juga mas. Kita kan cuma terima kunci (terima beres)," kata Setiawan.

Solusinya, tahun kemarin, kata Oboh, sekolah membeli genteng bekas Rp9 juta melalui dana swadaya guru dan masyarakat, bukan bantuan pemerintah, untuk melindungi kelas dari hujan.

Seberapa banyak SD rusak di Indonesia?

YAPPIKA-actionaid mencatat dari tahun 2015 hingga 2019, Pemerintah Pusat telah mengelontorkan dana sebesar Rp 18,5 triliun melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik kepada pemda untuk memperbaiki dan membangun ruang kelas SD.

Anggaran DAK 2019 meningkat dua kali lipat menjadi Rp6,5 triliun dari 2018 sebesar Rp3 triliun.

Untuk 2020, Kemendikbud mengalokasikan DAK fisik untuk SD sekitar Rp6,5 triliun dari total anggaran untuk pendidikan mencapai Rp508,1 triliun.

Nilai tersebut belum termasuk alokasi anggaran yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing-masing daerah.

Namun, jumlah ruang kelas rusak (sedang dan berat) tidak berkurang, justru bertambah, mencapai lebih dari 240 ribu dari total sekitar satu juta ruang kelas SD di Indonesia.

Selama tahun 2015-2019, berdasarkan pemantauan YAPPIKA-ActionAid, ada empat siswa SD yang meninggal dan 73 siswa SD yang menjadi korban luka karena bangunan sekolah yang roboh.

"Saat ini diperkirakan satu dari lima siswa SD negeri terancam bahaya karena masih belajar di ruang kelas yang rusak sedang dan berat," kata peneliti YAPPIKA Muhammad Alfisyahrin.

Dalam laporan Badan Pusat Statistika yang berjudul "Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2019", BPS mencatat masih lebih dari 70 persen ruang kelas SD dalam kondisi rusak.

"Diperlukan tata kelola anggaran pendidikan yang lebih bijak dan berpihak pada penyelesaian hal mendasar dalam peningkatan kualitas pendidikan, termasuk juga penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana Pendidikan," tulis dalam laporan itu.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mencatat terdapat 131.423 SD negeri di Indonesia dengan jumlah murid lebih dari 24,7 juta peserta didik.

Merujuk pada Kabupaten Bogor, terdapat 1.545 sekolah dasar. Dari jumlah tersebut, berdasarkan data Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor, 8.620 ruang kelas SD rusak, atau sekitar 80 persen.

Pemkab Bogor pun menganggarkan sekitar Rp300 miliar, meningkat dari tahun lalu Rp226 miliar, untuk pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) SD dari total APBD sebesar Rp7,1 triliun pada 2020.

Mengapa ruang kelas SD roboh dan rusak berat?

Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menyebut setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan permasalahkan sekolah roboh, dan ruang kelas rusak tidak terselesaikan.

Menurut anggota Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah persoalan pertama disebabkan oleh data ruang kelas rusak dalam data pokok pendidikan atau dapodik yang tidak akurat.

Padahal menurut Syamsuddin, dapodik adalah basis data informasi tentang sekolah yang dijadikan dasar untuk penganggaran, baik berasal dari APBD dan DAK.