Mahfud MD Tolak Anggapan Ada Gejala Islamofobia di Indonesia

Menko Polhukam Mahfud MD
Sumber :
  • ANTARA FOTO//Puspa Perwitasari

VIVA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengoreksi pendapat sebagian kalangan yang menganggap ada gejala Islamofobia di Indonesia akhir-akhir ini, seiring menguatnya politik identitas terutama dalam rangkaian Pemilu 2019.

Jokowi Pilih Hadiri Kampanye Akbar di Jateng, Begini Respons Ridwan Kamil

Mahfud mengaku tak setuju dengan istilah itu atau anggapan bahwa fenomena itu sedang terjadi di Indonesia. Islamofobia, katanya, dapat diartikan sebagai sebuah situasi ketika umat Islam merasa takut atau malu menjadi muslim, atau pemerintah membuat kebijakan yang meminggirkan umat Islam sehingga mereka menyembunyikan identitas atau keyakinan mereka.

“Di Indonesia tidak ada yang seperti itu; tidak ada kebijakan bahwa Islam didiskreditkan. Sebagian besar umat Islam masih bebas salat,” katanya dalam forum Indonesia Lawyers Club tvOne pada Selasa malam, 11 Februari 2020.

Jokowi dan SBY Absen Hadir di Kampanye Akbar RK-Suswono

Dia mencontohkan, betapa anggapan Islamofobia itu omong kosong belaka dengan kenyataan bahwa sebagian besar pejabat penyelenggara di Indonesia pun orang Islam. Bahkan, Presiden Joko Widodo muslim tulen, bertentangan dengan anggapan sebagian kalangan yang menuduhnya sekuler atau abangan.

“Saya menyaksikan sendiri, kalau sudah waktunya salat, Pak Jokowi pamit salat; Pak Jokowi tidak malu menjadi Islam, tidak membuat kebijakan yang mendiskreditkan Islam,” ujarnya.

Sekjen PDIP: Suara Jokowi Sama dengan Suara Pedagang Kaki Lima

Politik Identitas

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mengamati, menguatnya politik identitas di Indonesia terutama dalam momen Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Saat itu, dipicu pernyataan kontroversial calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, lalu merembet ke masalah politik sampai berlanjut ke Pemilu 2019.

Pada dasarnya, kata Mahfud, tidak ada yang paling benar di antara kedua kubu yang berselisih --mereka yang mengaku Muslim maupun sebaliknya. Sebab, agama hanyalah siasat untuk merebut simpati pemilih melalui identifikasi kesamaan keyakinan beragama.

“Itu bukan urusan agama, sebetulnya. Politik identitas tidak bisa dihindari, karena itu masalah masing-masing,” katanya.

Semestinya, kata Mahfud, publik tak perlu memperdebatkan keyakinan keagamaan masing-masing. “Kita adu program saja,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya