Ahli Hukum Internasional: Kewarganegaraan WNI Eks ISIS Otomatis Hilang

Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Guru Besar Hukum Internasional pada Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut kewarganegaraan 600-an warga Indonesia yang bergabung dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah otomatis hilang.

Rudal Misterius Hantam Pangkalan Tempur Amerika

Hikmahanto mengoreksi sejumlah pihak yang berpendapat bahwa kewarganegaraan para mantan pengikut ISIS itu tidak hilang karena ISIS bukanlah sebuah negara dan, karena itu, mereka tidak berpindah kenegaraan.

Dia menggunakan logika serupa sebagai contoh pada hubungan antara Indonesia dengan Israel. Bagi Indonesia dan negara-negara yang tidak bekerja sama dengan negeri zionis itu, katanya, Israel bukan negara; Palestina-lah yang negara. Tapi berbeda dengan Amerika Serikat maupun negara-negara lainnya yang mengakui Israel adalah negara.

Otoritas Suriah Sebut Serangan Baru Israel Targetkan Bangunan Perumahan di Damaskus

Begitu juga dengan kasus Republik of China (Taiwan). Masyarakatnya mengakui bahwa mereka adalah negara, terutama karena instrumen kenegaraan, seperti lembaga kepresidenan, juga ada.

"Namun Indonesia, AS dan banyak negara tidak mengakui Republic of China (RoC) sebagai negara. Negara-negara ini mengakui People's Republic of China (PRC) sebagai negara," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Senin, 10 Februari 2020.

Serangan Israel Paksa 430.000 Orang Lari dari Lebanon ke Suriah, Menurut Badan Pengungsi PBB

Jika demikian, dia berpendapat, apabila nanti ada WNI yang bergabung dengan tentara Israel lalu kehilangan kewaganegarannya? Karena bagi Indonesia, Israel bukanlah negara. Begitu juga dengan RoC.

Masuk ke ISIS, bagi para pengikutnya, tentu ISIS adalah sebuah negara. Tetapi bagi Indonesia, dan mungkin semua negara, tidak mengakui itu.

"Bila mencermati Pasal 23 ayat (d) UU Kewarganegaraan, maka pembentuk UU saat sangat cermat menangkap kekisruhan apa yang dimaksud dengan ‘negara’. Oleh karenanya pembentuk UU tidak menggunakan istilah ‘negara’ dalam rumusan Pasal 23 huruf (d). Adapun yang digunakan adalah istilah ‘dinas tentara asing’,” kata Hikmahanto.

Maka, karena menggunakan 'dinas tentara asing', menurutnya, dengan begitu negara yang dimaksud tidak sekadar yang diakui oleh Indonesia. Tetapi juga masuk kategori yang tidak diakui, atau dalam pengertiannya bisa juga pemberontak di suatu negara.

Atas penjelasan itu, sudah jelas bahwa mereka yang bergabung dengan ISIS telah kehilangan kewarganegaraannya. Sebab, ada unsur bergabung dengan tentara asing.

ISIS juga masuk dalam kategori yang dimaksudkan oleh UU Kewarganegaraan itu. Mengingat organisasi itu masuk kategori pemberontak, yakni pemberontak pemerintahan yang sah di Suriah dan Irak.

"Bila demikian, tidakkah para WNI yang tergabung dalam ISIS sebenarnya masuk dalam pemberontak di suatu negara? Oleh karenanya secara otomatis WNI yang tergabung dalam tentara ISIS akan kehilangan kewarganegaraannya," ujarnya.

Otomatis kehilangan kewarganegaraan terhadap 600 eks-ISIS itu, menurutnya, berdasarkan pada Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007. Peraturan itu mengatur tentang tata cara memperoleh, kehilangan dan pembatalan kewarganegaraan.

Hikmahanto mengutip Pasal 31 ayat (1): "Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena..." "Kata 'dengan sendirinya' berarti tidak perlu lagi ada proses lanjutan bila terpenuhi salah satu dari berbagai alasan yang ada," tegasnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya