Komnas HAM: Membakar Paspor Tidak Membuat Status WNI Eks ISIS Hilang
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap bekas pengikut organisasi Islamic State Irak dan Suriah (ISIS) yang berasal dari Indonesia sejak 2015, tidak serta merta hilang statusnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Menurut Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, itu termasuk ketika mereka membakar paspor.
Menurut Ahmad, dalam Undang-Undang (UU) tidak dinyatakan bahwa pembakaran paspor menggugurkan status WNI, termasuk dalam UU Terorisme. "Bakar paspor saja enggak ada. Kaidah hukum itu harus jelas, sehingga ketika Presiden buat keputusan enggak ada masalah," tutur dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu, 9 Februari 2020.
Bagi Ahmad, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan memang mengatur bahwa status WNI bisa hilang bila mana mereka sumpah setia dengan negara lain. Namun, ISIS pun ditegaskannya bukan negara namun hanya organisasi internasional belaka.
"Pertanyaan, ISIS negara bukan? UN (United Nations) mengatakan kok, ini hanya organisasi internasional teroris. Ini tidak bisa serta merta dipakai," tegas dia.
Di samping itu, Ahmad juga berpendapat, dengan tidak melapornya mereka selama lima tahun berturut-turut ke kedutaan baik untuk memperpanjang visa maupun menyatakan kewarganegaraannya sebagai WNI, juga tidak serta merta hilang, karena adanya dua catatan kritis.
Pertama, kata dia, Indonesia harus menanggung beban kecaman internasional karena membiarkan adanya status tak bernegara (stateless) warganya. Hal itu ditegaskannya, dilarang oleh kesepakatan dan aturan internasional karena tidak bolehnya satu orang pun tidak memiliki status kewarganegaraan.
"Dikecam internasional melahirkan stateless, Komnas HAM saja punya MoU (Memorandum of Understanding) ratusan ribu tentang stateless ini. Kedua, lima tahun apakah 660 (WNI eks ISIS) itu lima tahun semua, kan enggak. Jadi dia enggak bisa kena pasal itu," tuturnya.
Karena itu, Ahmad menegaskan, dalam menyikapi persoalan pemulangan WNI tersebut, pemerintah harus mematangkan landasan hukum, baik ketika menolak maupun menerima para mantan kombatan ISIS tersebut. (ren)