Universitas Syiah Kuala Bersedia Jadi Pusat Penelitian Ganja

tanaman cannabis atau marijuana
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Profesor Samsul Rizal, mendukung jika kampusnya dijadikan tempat meneliti tanaman narkotika, cannabis, untuk keperluan medis dengan standarisasi yang mumpuni.

Irjen Karyoto Mau Hapus Stigma Negatif Kampung Ambon Tempat Narkoba

Hal itu, kata dia, diperlukan jika pemerintah mengeluarkan regulasi terkait perizinan untuk bisa diteliti di lembaga pendidikan tersebut.

“Kita mendukung pemerintah apabila mengeluarkan regulasi terkait perizinan cannabis hanya untuk kebutuhan penelitian dan medis,” katanya kepada wartawan, Jumat, 7 Februari 2020.

Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto Ingin Ubah Kampung Ambon jadi Kampung Bersih Dari Narkoba

Sejauh ini, kata dia, belum ada perguruan tinggi yang memiliki laboratorium khusus untuk meneliti kandungan dalam mariyuana tersebut. Sehingga, ia mendorong agar kampus diberikan tempat untuk melakukan riset.

“Kampus siap membantu jika dibutuhkan untuk menjadi pusat penelitian atau laboratorium khusus cannabis, agar lebih terstandarisasi, sehingga dapat membantu pemerintah di bidang kesehatan,” ujarnya.

Polri Diminta Jerat Bandar Clandestine Laboratorium Narkoba di Bali dengan Pasal TPPU

Pihaknya juga berwacana agar Universitas Syiah Kuala punya pusat penelitian atau laboratorium khusus cannabis dengan standarisasi yang baik.

Sementara itu, peneliti ganja, Profesor Musri Musman menyebutkan dalam tanaman ganja, ada sekitar 1.262 zat senyawa. Tapi satu di antaranya mengandung Tetrahidrokanibinol (THC), yang mengakibatkan mariyuana itu dilarang di Indonesia.

Sementara sisanya, kata Musri, jika diolah bisa dijadikan berbagai keperluan, mulai dari untuk kesehatan, makanan, furnitur, kosmetik hingga kertas.

Bahkan, dalam penelitiannya, kandungan THC tersebut bisa saja dihilangkan dalam tanaman ganja, tanpa menggeser zat senyawa yang ada di ganja tersebut. Sehingga, adanya kandungan THC itu, membuat 1.261 zat senyawa yang ada di dalam ganja itu tidak berguna.

“Bayangkan yang lainnya seolah-olah tidak berguna, padahal kita bisa menggeser yang satu itu (kandungan THC). Bisa kita geser. Yang lainnya tidak ada masalah,” kata Musri yang juga ahli kimia bahan alam di Universitas Syiah Kuala ini.

Ia menjelaskan, untuk di Aceh kandungan THC dalam ganjanya cukup banyak, yakni hampir 30 persen. Tapi, itu tergantung masa panen dan tanam. Bahkan, bisa lebih rendah.

“Yang masalah cuma THC itu saja. Cannabis THC di Aceh bervariasi dari spesies ganja lain, yang paling banyak di kita jenis sativa lebih banyak, ada sekitar 30 persen tapi itu tergantung masa panen,” katanya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya