WNI yang Diobservasi di Natuna Dijatah Rp100 Ribu Sekali Makan
- Istimewa
VIVA – Sebanyak 243 orang warga Negara Indonesia atau WNI yang diobservasi di Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, benar-benar dijamin kesehatan gizinya, bukan sekedar kesehatan.
Demikian diungkapkan Deputi V Bidang Politik, Hukum, Hankam, dan HAM Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani. Segala hal dijamin, hingga pada persoalan gizi.
"Mereka terjamin dari sisi keamanan, kenyamanan, dari makanan yang dikonsumsi. Indeks per hari, mereka dapat Rp100 ribu, artinya tiga kali makan Rp300 ribu. Ini saya sampaikan, sekadar ingin gambarkan bahwa kawan-kawan di sana terjamin kesejahteraannya," jelas perempuan yang akrab disapa Dhani, dalam keterangan pers di Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat 7 Februari 2020.
Dhani sendiri baru kembali dari Natuna, bersama-sama dengan Menkopolhukam Mahfud MD dan sejumlah rombongan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dia kembali memastikan, bahwa mereka yang diobservasi itu semuanya sehat.
Namun, karena berasal dari daerah sumber virus Corona, maka mereka harus diobservasi selama 14 hari. Ini berdasarkan standar protokol kesehatan organisasi kesehatan dunia atau WHO.
Dalam keterangan pers itu, juga sempat ditayangkan aktivitas 243 orang yang diobservasi. Dari olahraga pagi, salat jumat, main bola, hingga aktivitas permainan lainnya. Termasuk, berbagai jenis hiburan juga didapatkan.
"Mereka juga punya kegiatan normal mereka olahraga, melakukan karaoke maupun kegiatan yang sebetulnya sudah terjadwal," kata Dhani.
Untuk menangani 243 yang diobservasi tersebut, jelas Dhani, dibentuk satgas kesehatan. Yakni, sejumlah 112 orang yang terdiri dari tim medis, psikolog, maupun dari Palang Merah Indonesia (PMI). Menurut dia, semua senang berada di tempat observasi.
"Saya melihat sendiri langsung bahwa di Natuna, bisa dijadikan model kebersamaan bagaimana kita hadapi peristiwa ini," ujarnya.
Protes Masyarakat Setempat karena Kurang Informasi
Dhani juga mengatakan, awalnya masyarakat maupun Pemerintah Daerah Natuna, memang sempat protest, karena wilayah itu dijadikan sebagai tempat observasi WNI dari Wuhan. Menurutnya, hal itu lantaran pemerintah dan masyarakat Natuna, belum mendapatkan informasi yang lengkap.
Sehingga, informasi-informasi yang beredar dan tidak tepat, membuat mereka panik dan melakukan aksi penolakan. Namun, setelah dibicarakan dengan baik, saat ini itu semua sudah tidak terjadi dan warga Natuna, serta pemerintah daerah setempat, bisa memahami.
"Kawan-kawan tokoh masyarakat sampaikan bahwa tak perlu khawatir dan sudah memiliki informasi yang memadai untuk melihat situasi ini. Sehingga, akhirnya tak keberatan menerima saudara-saudara," katanya. (asp)