Menkumham Terima Kunjungan Global Commission on Drug Policy
- Istimewa.
VIVAnews - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, menerima kunjungan delegasi Global Commission on Drug Policy. Organisasi tersebut berkedudukan di Jenewa, Swiss.
Didirikan oleh para tokoh dunia sejak Januari 2011, organisasi tersebut memiliki tugas untuk melakukan advokasi kebijakan tentang narkoba, yang dikaitkan dengan upaya mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia (HAM), kesehatan masyarakat.
Delegasi Global Commission on Drug Policy terdiri dari Madam Ruth Dreifuss sebagai Ketua Komisioner yang juga merupakan mantan Presiden dan Menteri Dalam Negeri Swiss, beserta para komisionernya Jose Ramos-Horta, mantan Perdana Menteri dan Presiden Timor Leste; Geoff Galop, mantan Gubernur Australia Barat, Khalid Tinasti, Staf dari Global Commission on Drug Policy.
Dalam pertemuan pada Rabu kemarin, 29 Januari 2020, kedua pihak membahas permasalahan narkoba yang dihadapi di Indonesia.
Yasonna mengatakan Indonesia berada dalam status darurat narkoba dan sedang melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini.
Di bidang hukum, kata Yasonna, Indonesia sedang melakukan perubahan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Masalah narkoba merupakan suatu tantangan terberat di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan).
"Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkoba di dalam rutan dan lapas sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2018-2019," kata Yasonna dalam keterangannya, Kamis, 30 Januari 2020.
Yasonna menjelaskan bahwa di Indonesia pengguna narkoba merupakan suatu perbuatan melawan hukum dan dapat dijatuhi dengan hukuman penjara. Hal ini menyebabkan terjadinya over kapasitas di rutan maupun di lapas, karena hampir dari setengah penghuninya adalah merupakan warga binaan akibat penyalahgunaan dan peredaran narkoba.
"Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan untuk melakukan pendekatan bagi pengguna narkoba tidak harus dipenjara, tapi bisa direhabilitasi, sehingga lapas dan rutan tidak over kapasitas, mengingat kondisi di dalam lapas dan rutan tidak layak bagi penghuninya," ujarnya.
Sementara, Madam Ruth Dreifuss menyampaikan penghargaan atas pertemuan dengan Yasonna yang secara terbuka telah menyampaikan permasalahan yang dihadapi Indonesia. Dia menyampaikan bahwa Indonesia bisa mencontoh atau belajar dari pengalaman negara-negara lain yang juga menghadapi permasalahan narkoba seperti Swiss, Portugal, dan Ekuador.
"Portugal dan Ekuador, penggunaan narkoba bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum karena hukum tidak dapat menyelesaikan permasalahan narkoba secara komprehensif. Pendekatan secara kemanusiaan dengan menjelaskan akan bahayanya penggunaan narkoba untuk kesehatan lebih efektif," ujarnya.
Sedangkan Komisioner Geoff Galop, yang merupakan mantan Gubernur Australia Barat, menyatakan bahwa perlu dilakukan upaya secara bertahap untuk membuat kebijakan yang efektif di suatu negara.
Menanggapi hal ini, Yasonna mengungkapkan bahwa perlu dilakukan kerja sama internasional dan dukungan institusi internasional seperti Global Commission on Drug Policy untuk mengatasi narkoba di Indonesia.
"Dalam kaitan ini harus dicari pendekatan di Indonesia, khususnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya narkoba untuk masyarakat Indonesia," tegasnya.
Dalam pertemuan ini Yasonna didampingi Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Dirjen PP), Widodo Ekatjahjana, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM), Mualimin Abdi, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Cahyo R. Muzhar.