Perayaan Imlek Pernah Digelar di Masjid, Begini Faktanya
- Twitter Azmi Abubakar
VIVA – Perayaan Tahun Baru Imlek yang lekat dengan pernak-pernik ala Tionghoa, Barongsai dan Klenteng ini, rupanya pernah digelar di masjid. Perayaan tahun baru etnis Tionghoa kini semakin terbuka, seiring banyaknya warga Tionghoa yang memeluk agama Islam, disisi lain mereka juga tidak bisa serta merta dipisahkan dengan kultur asalnya.
Ya, perayaan Imlek pernah digelar di Masjid Syuhada, Kotabaru Yogyakarta pada tahun 2002 lalu. Meskipun sempat kontroversial dan mengundang penolakan sejumlah ormas Islam, acara tersebut nyatanya dapat berjalan dengan lancar.Â
Acara tersebut digagas Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Yogyakarta. Bukan tanpa alasan, PITI Yogya berkaca pada Wali Songo yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa tanpa menghilangkan budaya aslinya. Wali Songo berhasil meng-Islamkan Wayang, meng-Islamkan Candi Menara Kudus.Â
Begitu juga suku-suku di Indonesia yang terkenal kuat Islamnya tapi tetap melestarikan budayanya.
"Lalu apakah tidak mungkin budaya Tionghoa pun ada yang bisa di-Islamkan?," dilansir artikel 'Muslim Tionghoa Berimlek' di laman pitiyogyakarta.com diakses VIVAnews, Sabtu, 25 Januari 2020. PITI Yogyakarta ingin meningkatkan kegiatannya dengan berdakwah kultural.Â
Dalam acara pengajian PITI yang digelar di kediaman Prof. Dr. HA. Mukti Ali pada November 2002, sekitar 60 orang warga PITI hadir termasuk pimpinan Ponpes Krapyak KH. Atabik Ali. Pada saat itu disepakati PITI akan mengadakan pengajian Imlek di Masjid Syuhada dengan ketentuan pengurus supaya konsultasi dulu dengan MUI DIY.
Dalam pertemuan di kantor MUI Alun-alun Utara Yogyakarta yang dihadiri 4 orang dari PITI, 2 orang dari komunitas Tionghoa, dan 2 orang dari MUI DIY. PITI dan komunitas Tionghoa menyampaikan informasi bahwa Imlek adalah sekedar budaya dan tidak ada hubungan dengan sesuatu agama apapun.
Setelah menimbang informasi dari PITI dan perwakilan etnis Tionghoa, MUI menyampaikan bahwa kalau memang Imlek itu sekedar budaya dan tidak ada hubungan dengan agama tertentu, maka orang Tionghoa muslim boleh memperingati tahun baru Imlek di Masjid Syuhada.
Keputusan MUI Yogyakarta itupun mengundang reaksi beragam. Berita soal Komunitas Muslim Tionghoa akan merayakan Imlek di masjid menjadi headline di berbagai media massa dan elektronik. Berita itu semakin hangat setelah satu ormas Islam menolak acara tersebut dilaksanakan di masjid Syuhada.
Sebaliknya satu ormas Islam lain membela rencana ini, bahkan mereka menyiapkan lokasi khusus untuk Komunitas Muslim Tionghoa, jika dirasa menggelar acara di Masjid Syuhada tidak aman.Â
Foto:Â MUI Yogya membimbing warga Tionghoa masuk Islam tahun 2002 di Masjid Syuhada
Akhirnya, acara Imlek di Masjid Syuhada tetap berlangsung khidmat, aman dan sederhana. Acara diisi dengan Tinjauan Budaya oleh Prof. Safri Sairin dari UGM; Tinjauan Islam Ba'da Magrib dari Ketua MUI DIY Â K.H. Toha Abdul Rahman; Salat Isya, Salat Hajat, dan sujud syukur.
Dalam kesempatan itu, 7 orang warga Tionghoa dipimpin bersyahadat masuk Islam dan penyerahan Alquran bahasa China kepada PITI Yogyakarta.Â
Â
Perayaan Imlek di Indonesia tak lepas dari Keputusan Presiden Abdurrahmah Wahid (Gus Dur) mencabut Instruksi Presiden nomor 14 tahun 1967 yang melarang pementasan Kebudayaan Tionghoa. Gus Dur kemudian memperbarui inpres yang dikeluarkan Presiden Soeharto itu dengan mengeluarkan Keppres Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina.
Kemudian, di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri Tahun Baru Imlek dijadikan sebagai hari libur nasional. Semenjak itu, akulturasi Tionghoa menggeliat di Tanah Air.Â