Menhub dan Menko Marves Diminta Kompak soal Masalah Penyeberangan
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA – ?Praktisi transportasi dan penyeberangan Bambang Haryo Soekartono mengatakan Menteri Perhubungan dan Menko Maritim dan Investasi saling lempar tanggung jawab soal tarif angkutan penyeberangan sehingga tak kunjung ditetapkan meskipun sudah dibahas selama 1,5 tahun lebih.
Menurut anggota DPR RI periode 2014-2019 itu, molornya penetapan tarif penyeberangan menunjukkan Menhub dan Menko Maritim dan Investasi tidak profesional dan konsisten dalam menjalankan regulasi dan undang-undang.
"Kemenhub sendiri sudah mengundur-undur evaluasi tarif penyeberangan hingga 1,5 tahun sehingga 3 tahun tidak pernah disesuaikan. Sekarang kembali terganjal di Menko Marves dengan alasan belum ada data untuk dikaji. Padahal, pelimpahan kajian di Kemenko Marves sudah berlangsung lebih dari 3 bulan," kata Bambang, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 24 Januari 2020.
Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), ini mengaku sudah bertemu langsung dengan pejabat di Kemenko Maritim dan Investasi yang ditugaskan Menko Luhut mengevaluasi tarif.
"Pejabat yang merupakan Staf Ahli Menko Marves itu mengaku tidak mengerti maritim dan baru pertama kali membahas soal penyeberangan. Dia bilang masih menunggu data sehingga belum bisa mengkaji usulan tarif dari Kemenhub," ujarnya.
Politikus Gerindra itu mengatakan, apabila Menko Luhut dan stafnya profesional, mengerti dan memprioritaskan maritim, seharusnya mengingatkan Menhub agar segera membereskan evaluasi tarif karena kondisi penyeberangan sudah kritis dan terancam berhenti operasi dalam waktu dekat.
Mengenai pengakuan Staf Ahli Menko Maritim dan Investasi yang menyebut belum punya data angkutan penyeberangan, Bambang menilai hanya mencari alasan. Karena menurut Kemenhub sudah menyerahkan semua data terkait angkutan penyeberangan, Menko Maritim dan Investasi bisa dengan mudah meminta data dari PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Dia mengatakan, PT ASDP yang merupakan kaki tangan pemerintah di sektor penyeberangan memiliki semua data yang diperlukan Menko Maritim dan Investasi, seperti pendapatan dan biaya.
"ASDP tahu persis pendapatan perusahaan penyeberangan karena dia yang menjual tiket, ASDP juga tahu persis biaya operasional kapal karena dia operator kapal dan memungut biaya kepelabuhanan," jelasnya.
Keterlibatan Menko Marves dalam evaluasi tarif penyeberangan baru pertama kali, dikarenakan penerbitan Inpres Nomor 7/2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.
"Inpres yang harusnya untuk kemudahan usaha, kenyataannya mempersulit usaha dan perizinan. Kalau mengurusi satu sektor ini saja tidak beres, bagaimana mungkin pemerintah menjalankan Omnibus Law yang melibatkan ribuan regulasi sesuai kebijakan Presiden Jokowi," tuturnya.
Bambang mengatakan, penyesuaian tarif penyeberangan ini untuk membuktikan apakah Menhub dan Menko Maritim dan Investasi bisa menjalankan visi dan misi Presiden Joko Widodo untuk memajukan sektor maritim.
Menurutnya, kedua kementerian tersebut begitu cepat menanggapi tarif ojek online tetapi tarif kapal feri yang merupakan industri maritim malah diundur-undur. Padahal, ditegaskan Bambang, risikonya jauh lebih besar untuk menjamin keselamatan nyawa publik.
"Mana prioritas maritim yang menjadi jargon Pak Jokowi menjadi perhatian kedua kementerian tadi. Dan apabila penyeberangan sampai terhenti, Presiden Jokowi pasti akan disalahkan rakyat karena logistik antarpulau seluruh Indonesia akan macet total dan ekonomi terganggu," tuturnya.