Pengacara Pelajar Bunuh Begal Kecewa karena Polisi Tak Pakai Diskresi

Ilustrasi penusukan.
Sumber :
  • www.freevector.com

VIVA – Seorang pelajar berinisial ZA (18 tahun), warga Kabupaten Malang, Jawa Timur, didakwa Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman paling berat berupa penjara seumur hidup. ZA menjalani sidang untuk kesekian kalinya di Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang, dengan agenda mendengarkan saksi, Senin, 20 Januari 2020.

Terpopuler: Kronologi Polisi Tembak Pelajar hingga Tewas, Bapak Kopassus yang Ditakuti Elite Militer RI

Anggota tim kuasa hukum ZA, Zulham Ahmad Mubarak, mengatakan bahwa kasus itu sampai pada meja pengadilan karena polisi tidak mengambil langkah diskresi sejak awal. Menurutnya, tim kuasa hukum sudah berkomunikasi berkali-kali dengan memberikan beberapa pertimbangan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang.

"Kami memahami secara perundangan polisi punya diskresi, sangat luas terhadap perkara yang sekiranya menurut Kapolres atau Kasat Reskrim (kepala Satuan Reserse Kriminal), bahkan penyidiknya, untuk menilai kasus ini tidak layak dinaikkan ke penyidikan," kata Zulham.

Sadis! Jenderal TNI Sebut AKP Dadang Seperti Sudah Biasa Hilangkan Nyawa Manusia

Polisi, katanya, bisa saja mengambil langkah diskresi karena ada pasal 49 KUHP yang menyatakan bahwa tindakan membela diri sesuatu yang tidak boleh dipidana. Dia menilai polisi dalam mengungkap kasus ini menggunakan informasi di luar kasus tentang ranah pribadi ZA yang beredar di media massa.

"Karena ada simpang siur informasi yang beredar tentang situasi di luar kasus hukum. Ada ranah privat atau pribadi yang beredar di media massa. Mungkin itu yang memengaruhi pengambilan proses dari Polres Malang sehingga langkah diskresi itu tidak diambil," ujar Zulham.

Wapres Filipina Sara Duterte Bantah soal Rencana Pembunuhan Presiden Marcos Jr: Hanya Lelucon!

Dalam agenda mendengarkan saksi, Pengadilan Negeri Kepanjen menghadirkan pacar ZA yang berinisial V, dua rekan ZA, perwakilan sekolah, penyidik kepolisian, dan seorang saksi ahli. Zulham menyebut, proses pengadilan seharusnya tidak dilalui ZA bila sejak awal polisi mengambil langkah diskresi.

"Seharusnya hal-hal yang tidak sesuai substansi perkara ini, tidak diekspos dengan sembrono. Apalagi Kasat Reskrim lama membenarkan fakta itu di salah satu media massa. Jadi sesuatu yang tidak bersifat materi hukum malah dijadikan konsumsi pemberitaan oleh Kasat Reskrim yang lama," katanya.

Kronologi Kasus

Awalnya ZA berpacaran dengan V di sebuah ladang tebu pada Minggu malam, 8 September 2019. Kemudian kawanan pencari burung puyuh menghampirinya untuk melakukan aksi pembegalan atau pemerasan. Satu orang siaga di kendaraan. Dua orang lainnya menghampiri ZA.

Dua pelaku pemerasan yang mendatangi ZA adalah Misnan dan Ali Wafa. Misnan datang meminta handphone ZA. Pelajar itu diminta menyerahkan seluruh harta bawaan saat itu termasuk motor. Di tengah upaya negoisasi antara ZA dan dua pelaku begal, Misnan melontarkan kalimat yang membuat ZA emosi.

Misnan meminta V, pacar ZA, agar mau diperkosa oleh kawanannya. ZA pun terpancing emosi untuk melindungi kekasihnya. Dia lantas mengambil kunci sepeda motor dan membuka jok motor. Di dalam jok motor itu ternyata tersimpan sebuah pisau yang sebelumnya digunakan untuk mengerjakan prakarya di sekolahnya.

ZA menusuk dada Misnan. Setelah ditusuk, Misnan dan Ali kabur melarikan diri. Jenazah Misnan ditemukan pada keesokan harinya di tengah perkebunan dengan luka di dada dan tubuh yang penuh darah mengering. Selang beberapa waktu kemudian ZA ditangkap polisi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya