Buruh Tolak Omnibus Law, Ini Enam Faktor yang Dinilai Merugikan
- Anwar Sadat
VIVA – Ribuan buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR pada Senin siang, 20 Januari 2020. Salah satu tuntutannya menolak adanya Omnibus Law rancangan undang-undang cipta lapangan kerja yang saat ini tengah digagas.
Setelah beberapa lama berdemo, perwakilan buruh yang dikomandoi oleh Said Iqbal, diterima oleh Komisi IX RI. Pertemuan antara sejumlah perwakilan buruh itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IX Ansory Siregar.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, setidaknya ada enam hal yang dapat merugikan buruh apabila Omnibus Law ini diberlakukan. Pertama adalah mengenai pengupahan.
"RUU ini akan mengakibatkan hilangnya upah minimum padahal ini adalah jaring pengaman bagi buruh tidak absolut miskin. Dengan adanya upah per jam, potensi hilangnya upah minimum akan terjadi," kata Said di Komisi IX DPR.
Kedua, kata Said, adalah hilangnya pesangon karena Menko Perekonomian menggantikan sistem pesangon dengan unemployment benefit. Memberikan tunjangan PHK sebesar 6 bulan.
"Padahal kalau orang masa kerja 8 tahun lebih sekurang-kurangnya akan mendapatkan 14 bulan pesangon tetapi mau dihapus menjadi 6 bulan tunjangan PHK," ujar Said.
Ketiga, terkait Tenaga Kerja Asing, akan menjadi semakin bebas, karena selama ini TKA, adalah skill workers atau yang memiliki kemampuan khusus, dan yang unskill workers atau buruh kasar dilarang. Dengan omnibus law ini, membuka peluang unskill workers atau buruh kasar bisa masuk dengan mudah karena RUU Cipta Lapangan Kerja.
"Ini mengancam lapangan pekerjaan lokal dan mengganggu hubungan industrial di Indonesia," ujarnya.
Keempat, menurut Iqbal adalah penggunaan outsourcing dan karyawan kontrak menjadi dibebaskan. Dalam undang-undang nomor 13 itu ada batasan untuk karyawan Kontrak, dan jika tidak ada batasan, akan berbahaya karena buruh tidak mempunyai kepastian lapangan pekerjaan pada masa depan.
"Kelima adalah hilangnya jaminan pensiun dan jaminan kesehatan karena sistem upah per jam tadi dan juga pesangon yang tidak ada, daya beli buruh akan menurun Sehingga tidak memiliki kemampuan membayar iuran jaminan kesehatan maupun jaminan pensiun," ujarnya.
Faktor yang keenam yang merugikan pekerja adalah hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha. Ini akan membuat pengusaha semena-mena dalam memperlakukan buruh.
"ini akan membuat pengusaha semena-mena untuk tidak melaksanakan aturan perundang-undangan itulah 6 alasan dan ada alasan lain yang kita sandingkan setelah DPR memberikan draft dari ruu Cipta lapangan kerja,"ujarnya.